Pemerintah akan tawarkan 56 proyek di IIICE 2013



JAKARTA.Pemerintah menawarkan 56 proyek prioritasnya dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) senilai US$ 44,8 miliar. Lima puluh enam proyek tersebut akan ditawarkan pemerintah dalam acara IIICE (International Indonesian Infrastructure Conference dan Exhibition) yang akan berlangsung pada 13 November-15 November 2013 mendatang di Jakarta Convention Center (JCC). Direktur Pengembangan Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS) Bappenas Bastary Pandji Indra mengatakan, proyek-proyek tersebut adalah proyek-proyek prioritas infrastruktur yang perlu diselesaikan groundbreaking-nya hingga tahun 2017.

Dari 56 proyek tersebut, 24 proyek memiliki skema non-KPS dan 32 proyek berskema KPS. "Yang non-PPP (non-KPS) itu dananya berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) atau pinjaman luar negeri," ujar Bastary, Selasa (12/11). Menurut Bastary, dari keseluruhan proyek itu 15 di antaranya ditargetkan untuk digroundbreaking pada tahun depan.

Misalnya Pelabuhan Kuala Tanjung senilai US$ 620 juta, pembangkit listrik pangkalan susu 2x200 mega watt senilai US$ 431,7 juta, Jakarta sewerage system senilai US$ 447,01 juta, dan pelabuhan makassar senilai US$ 372,59 juta.


Belum laku

Namun, hingga saat ini dari 56 proyek tersebut belum ada satupun investor yang berminat. Bastary menjelaskan, permasalahan lambatnya realisasi proyek berskema KPS untuk dibangun adalah banyaknya instansi atau tahap yang harus dilewat untuk pemrosesan proyek sebelum dilepas ke pihak swasta. Dan kesemua tahap tersebut tidak satu pintu. Pertama, penyiapan proyek dilakukan oleh penanggung jawab proyek, lalu soal pembebasan tanah harus diselesaikan oleh pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Kemudian, penjaminannya harus melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia  (PII). Ada pun mengenai dukungan pemerintahnya harus melalui Kementerian Keuangan (Kemkeu). Dalam setiap tahap penyiapan proses di masing-masing instansi itu bisa memakan waktu enam bulan hingga satu tahun.

Ini yang membuat proyek berskema KPS sangat lama. Akibatnya, investor pun menjadi malas untuk masuk. Karena itu, Bappenas menyarankan agar ada KPS atau PPP center agar semua mekanisme KPS tersebut dapat satu pintu.

Memang sulit karena PPP Center ini haruslah independen, diberi kewenangan setingkat menteri dan langsung di bawah komando Presiden agar bisa mempunyai kekuatan yang cukup. Konsep PPP center ini sudah sedari lama diusulkan Bappenas, namun hingga sekarang belum juga terealisasi. "Di Malaysia, Filipina dan India sudah seperti itu," tandas Bastary.

Apalagi, ego sektoral antar instansi untuk bisa mengatur berbagai proyek masih tinggi. Kepala Ekonom BII Juniman menilai problem utama dari masalah infrastruktur kita adalah soal pembebasan lahan. Kemudian adalah soal lamanya koordinasi birokrasi antar sektor atau departemen. Maka dari itu, menurut Juniman pemerintah perlu mengoptimalkan payung hukum Undang-Undang Pembebasan Lahan. "Harus ada turunan dari UU itu untuk bisa diimplemntasikan," jelas Juniman. Usulan Bappenas untuk membuat PPP center itu baik, setidaknya ada koordinator satu pintu. Namun, ditegaskan Juniman, belum tentu PPP Center itu bisa mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur. Selagi masih ada masalah pembebasan lahan, maka tetap saja proyek tidak akan bisa berjalan.

Persoalan lahan menjadi sangat penting karena membuat biaya investasi menjadi naik. "Pada akhirnya akan memberatkan investor dan investor gagal berinvestasi," pungkas Juniman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan