Pemerintah akan tempuh langkah preventif untuk cegah radikalisme agama



JAKARTA. Tidak semua radikalisme berbentuk kekerasan, ada sebagian besar gerakan radikalisme yang mengatasnamakan agama berbentuk radikalisasi pemikiran dan ideologi dalam melaksanakan ajarannya. Terkait dengan maraknya gerakan radikalisme agama, Kementerian Agama mengupayakan pencegahan dan penanggulangan dengan melakukan langkah-langkah preventif.

Radikalisme yang kembali dibicarakan adalah terkait dengan Negara Islam Indonesia (NII) yang cenderung pada tindakan terorisme. Untuk itu, kementerian agama mengupayakan penanggulangan melalui langkah preventif pada pranata institusi pendidikan dan lembaga keagamaan dan masyarakat.

"Kita akan melakukan pemetaan radikalisme di seluruh perguruan tinggi, seperti melakukan penguatan organisasi ekstra kampus, pemasyarakatan ideologi Pancasila, kemudian menjadikan "Terorisme dan Radikalisme Agama" sebagai materi dalam mata kuliah dasar umum, serta memantau dan membimbing aktivitas kampus, dan upaya lainnya," ujar Menteri Agama Suryadharma Ali, Rabu, (18/5).


Lebih lanjut Surya mengatakan bahwa radikalisme memang mengincar institusi pendidikan. Jadi, selain melakukan upaya penanggulangan di kampus-kampus, upaya penanggulangan juga akan dilakukan di madrasah, pesantren, sekolah umum, dan institusi pendidikan lainnya. Namun, selain di institusi pendidikan, langkah preventif juga akan dilakukan di lembaga keagamaan dan masyarakat. "Terutama di tempat ibadah, dengan melakukan pemberdayaan rumah ibadah secara multifungsi, mengembangkan dialog antar tokoh agama, kampanye budaya damai dan hidup rukun, dan melakukan pengembangan budaya toleransi," lanjutnya kemudian.

Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai, upaya preventif yang harus dilakukan bukan hanya pada institusi pendidikan dan lembaga keagamaan, namun juga ke semua bagian. "Seperti melakukan penanganan akar masalah, kemudian dengan adanya program Single Identity Number, dan peningkatan border control pada bagian Imigrasi, Bea Cukai, Polri, dan TNI," jelas Ansyaad. "Selain itu harus dilakukan juga latihan militer, intinya TNI harus dilibatkan," tambahnya kemudian.

Lebih lanjut Ansyaad mengatakan bahwa sebelum reformasi, radikalisme tidak mencuat seperti ini meskipun memang sudah ada sejak lama. Jadi, sebaiknya saat ini, selain harus ada pendekatan hukum, diperlukan juga pendekatan politik. " Mungkin undang-undang harus diubah. Kalau zaman dulu, ada hal atau kegiatan yang tidak sesuai dengan Pancasila, pelaku bisa dieksekusi oleh pemerintah, istilahnya dengan melakukan upaya represif, namun kalau sekarang kan tidak bisa," tambah Ansyaad kemudian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.