Pemerintah akui ekonomi RI loyo di semester l 2013



JAKARTA. Hingga semester pertama tahun 2013, realisasi sejumlah indikator perekonomian Indonesia ternyata mengkhawatirkan. Misalnya saja, untuk pertumbuhan ekonomi, di semester pertama hanya mencapai 6,1% terhadap Produk Domestic Bruto (PDB). Sementara untuk target yang dibuat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun 2013 sebesar 6,3%.Selain itu, nilai tukar rupiah juga semakin tergerus, yang berakibat berkurangnya cadangan devisa Indonesia menjadi hanya US$ 98 miliar di bulan juni. Kondisi itu diperparah dengan realisasi penyerapan anggaran yang terjadi di sejumlah Kementrian/Lembaga (K/L) masih belum sesuai harapan. Menurut Menteri Keuangan Chatib Basri, realisasi belanja K/L di semester pertama mencapai Rp 163 triliun, atau baru sebesar 26,2% . Sementara tahun 2012 realisasi belanja K/L mencapai 30%.Dari laporan pemerintah kepada Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), sebanyak 40 K/L memiliki daya serap antara 26,3%-47,4%. K/L tersebut diantaranya terdiri dari kementerian Dalam Negeri,  Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, dll.Lalu sebanyak 25 K/L memiliki tingkat penyerapan sebesar 20%-26,2%, yang terdiri dari Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Kehutanan, Kementerian BUMN, dll. Adapun sebanyak 21 K/L memiliki daya serap di bawah 20%. Jika dibandingkan dengan tahun 2012, angka penyerapan tahun ini memang lebih rendah. Walaupun demikian, Chatib mengatakan pihaknya masih tetap optimistis kalau kondisi perekonomian Indonesia masih baik di tengah tahun ke dua nanti. Ia mengatakan meskipun sulit, tetapi pemerintah akan berusaha mengejar semua target yang sudah dibuat. Bahkan dengan tegas chatib menepis perkiraan kalau Indonesia sedang memasuki tahapan krisis.Walaupun Ia tidak memungkiri kalau saat ini sedang terjadi perlambatan ekonomi.  Untuk itu pihaknya mengaku sudah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi supaya perekonomian dalam negeri agar tidak terkoreksi yang lebih dalam. "Saya sudah sampaikan untuk mengantisipasinya, kita akan permudah izin investasi, proses penyerapan dipercepat, daya beli dikendalikan supaya konsumsi rumah tangga bisa naik dan pertumbuhan bisa tercapai 6,3%," ujar Chatib, Senin (8/7) di Jakarta.Meski Pemerintah menyatakan tetap optimis, tak begitu halnya dengan Bank Indonesia (BI). Bahkan, otoritas moneter itu menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dalam negeri menjadi berada di kisaran 5,8%-6,2% turun dari proyeksi sebelumnya di kisaran 6,2%-6,6%. Menurut Gubernur BI, Agus Martowardojo, berkurangnya aliran modal asing di pasar keuangan domestik di bulan Juni menunjukan kalau perekonomian Indonesia tidak mungkin mencapai targetb yang dicapai sebelumnya.Menurut catatan BI, total capital outflow pada bulan Juni 2013 mencapai US$ 4 miliar, yang terdiri dari aliran dari pasar saham US$ 2 miliar, dan dari pasar Surat Utang Negara (SUN) sebesar US$ 1,98 miliar. Ini juga rupanya yang menggerus jumlah cadangan devisa dalam negeri menjadi hanya US$ 98,1 miliar.Meski begitu Agus menegaskan kalau di semester ke dua nanti ekonomi dalam negeri akan kembali membaik. Untuk menghindari dampak yang lebih buruk akibat kondisi di atas, BI memiliki sejumlah rencana antara lain akan menjaga kecukupan pasikan valuta asing (valas) di pasar. Sehingga dapat meminimalkan volatilitas nilai tukar, namun tetap mengelola pergerakannya sesuai dengan fundamental.Langkah lainnya adalah dengan melanjutkan penguatan operasi moneter melalui pengayaan instrumen moneter dan pendalaman pasar uang baik valas maupun rupiah. Selain itu, BI juga berjanji bersam-sama dengan Pemerintah akan mengendalikan inflasi termasuk yang disebabkan oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A Prasetyantoko menilai melambatnya perekonomian disebabkan karena penjurunan harga komoditas dunia dan aksi ambil untung yang dilakukan oleh sejumlah investor asing. Ulah investor asing ini membuat banyaknya dana keluar dari indonesia. Namun menurutnya hal itu akan kembali membaik di smester ke dua nanti. "Ekonomi Indonesia belum menunjukan akan memasuki krisis," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Amal Ihsan