KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, Indonesia membutuhkan anggaran yang besar untuk menjalankan komitmennya dalam menjalankan Nationally Determined Contribution (NDC) untuk mengurangi emisi mulai dari 29% di 2030. Menurutnya, Indonesia pun sudah menyiapkan anggaran belanja untuk aktivitas perubahan iklim sejak 2016 hingga saat ini. "Sejak 2016 selama 5 tahun terakhir alokasi anggaran dalam rangka menghadapi perubahan iklim kita mencapai rata-rata Rp 89,6 triliun per tahun," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Kamis (27/8).
Berdasarkan data Kemenkeu, belanja iklim dari APBN sejak 2016 mencapai Rp 72,4 triliun atau 3,47% dari APBN. Lalu, di 2017 sebesar Rp 95,6 triliun atau 4,48%, di 2018 Rp 109,7 triliun atau 4,94%. Kemudian pada 2019 Rp 91 triliun atau 3,70% dan di 2020 Rp 79,6 triliun atau 2,91% dari total APBN. Namun anggaran di tahun 2019 dan 2020 masih bersifat sementara atau masih dalam proses rekonsiliasi antara kementerian/lembaga. "Untuk tahun 2020 memang kita mengalami penurunan akibat seluruh
effort kita untuk prioritas Covid-19. Tetapi kita berharap ke depan kita akan tetap menjaga komitmen ini," ujar Sri Mulyani.
Baca Juga: Kurangi emisi gas rumah kaca, Indonesia dapat US$ 103,78 juta dari Green Climate Fund Alokasi anggaran untuk penanggulangan perubahan iklim di tahun 2020 pun terdiri dari 55% untuk aksi mitigasi dan 45% untuk aksi adaptasi. Lebih lanjut, Sri Mulyani pun menjelaskan, dari total anggaran perubahan iklim tersebut, hingga 2020 APBN telah mendanai 34% dari total kebutuhan pembiayaan perubahan iklim. Adapun, berdasarkan
second biennial update report (BUR-2) di 2018, Indonesia memproyeksikan kebutuhan pembiayaan untuk mencapai target penurunan emisi di 2030 mencapai Rp 3.461 triliun atau Rp 266,2 triliun per tahun. Tak hanya menyiapkan anggaran belanja untuk pendanaan perubahan iklim, Sri Mulyani juga mengatakan, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mencapai NDC misalnya melalui insentif perpajakan, belanja mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. "Untuk instrumen fiskal perpajakan dimana kita memberikan
tax holiday dan
tax allowance untuk sektor energi terbarukan juga pembebasan PPN dan bea masuk untuk sektor energi terbarukan termasuk di dalamnya adalah panas bumi," jelas Sri Mulyani.
Belanja mitigasi dan adaptasi perubahan iklim seperti belanja Kementerian/Lembaga untuk perubahan iklim, mekanisme Dana Insentif Daerah (DID) yang memperhitungkan kemampuan menjaga lingkungan hidup melalui transfer fiskal berbasis ekologi dan pengelolaan sampah. Kementerian Keuangan juga melakukan berbagai pembiayaan inovatif terkait perubahan iklim seperti penerbitan green sukuk, pembentukan SDG Indonesia one, serta pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
Baca Juga: KLHK sebut kebakaran hutan dan lahan menurun Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat