KONTAN.CO.ID - Washington DC. Mau hadiah uang sebesar US$ 10 juta atau Rp 143 miliar? Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada Kamis (4/11/2021) mengumumkan akan memberi hadiah sebesar US$ 10 juta dollar AS untuk informasi yang membantu mereka menemukan pemimpin grup yang menyandera data dengan meminta uang tebusan di dunia maya atau ransomware, DarkSide. Hadiah uang sebesar US$ 10 juta adalah upaya terbaru negara itu untuk menghentikan serangan pemerasan di dunia maya oleh DarkSide. Pemerintah AS menuding mereka sebagai dalang di balik terhentinya operasional jaringan pipa minyak utama negara itu pada Mei 2021. Wakil Jaksa Agung Lisa Monaco mengatakan, dalam beberapa hari dan pekan mendatang, akan ada lebih banyak penangkapan, lebih banyak penyitaan uang tebusan dari pereta,s dan tambahan operasi penegakan hukum. ''Jika Anda menargetkan kami, kami akan menargetkan Anda,'' ujar Monaco dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AP pekan ini.
Dia menolak untuk mengatakan secara spesifik siapa saja yang kemungkinan akan menghadapi penuntutan. Posisi Monaco saat ini telah menjadikannya sebagai pemain kunci dalam upaya pemerintah AS melawan ransomware. Ada hadiah tambahan Selain hadiah untuk informasi yang bisa menangkap para pemimpin kelompok peretas, Kementerian Luar Negeri AS juga menawarkan hingga 5 juta dollar AS (kurang lebih R p71,7 miliar) untuk informasi yang dapat mengarah ke penangkapan atau penjatuhan hukuman kepada siapa pun, di negara mana pun, yang mencoba berpartisipasi dalam insiden ransomware DarkSide. "Dengan menawarkan hadiah ini, AS menunjukkan komitmennya untuk melindungi korban ransomware di seluruh dunia dari eksploitasi oleh penjahat dunia maya," kata Kementerian Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan. Baca juga:
Duh! Kreator YouTube menjadi incaran para hacker, hati-hati saat membuka email FBI mengatakan, DarkSide bermarkas di Rusia dan bertanggung jawab atas serangan siber pada Mei yang sempat melumpuhkan jaringan pipa minyak dan gas Colonial Pipeline. Tidak beroperasinya jaringan pipa tersebut mengakibatkan penutupan tempat pengisian bahan bakar selama berhari-hari di AS dan menyebabkan kenaikan harga gas dan kekurangan bahan bakar di beberapa bagian. Terlepas dari besarnya jumlah hadiah yang cukup menggoda, tidak semua pakar keamanan siber yakin bahwa imbalan ini akan efektif dalam mengungkap peretas. Kejahatan dunia maya meningkat Colonial Pipeline mengatakan telah membayar hampir US$ 5 juta dalam Bitcoin kepada para peretas untuk bisa kembali mendapatkan akses ke sistem mereka. Pada Juni, Kementerian Kehakiman AS berhasil mengembalikan sekitar US$ 2,3 juta (kurang lebih senilai Rp 32,9 miliar) dari uang tebusan itu. Sebelumnya, perusahaan pengolah daging terbesar di dunia yakni JBS pada Juni mengatakan bahwa mereka telah membayar uang sebesar US$ 11 juta setelah diretas oleh kelompok Rusia yang dikenal dengan nama REvil. Data paling anyar yang dikeluarkan bulan ini menunjukkan bahwa otoritas AS menerima laporan adanya pembayaran terkait ransomeware dengan nilai sekitar US$ 590 juta atau Rp 8,5 triliun pada paruh pertama 2021. Angka itu 42 persen lebih tinggi dari jumlah keseluruhan pembayaran yang diungkapkan sepanjang tahun 2020, kata laporan Kementerian Keuangan AS. Diyakini bahwa biaya sebenarnya bisa mencapai miliaran dollar AS. Pemerasan dunia maya dilakukan oleh peretas dengan melibatkan pembobolan jaringan perusahaan atau institusi, sering kali melalui phishing atau penipuan lainnya.
Para penjahat siber mengenkripsi data penting perusahaan dan meminta uang tebusan yang dibayarkan lewat mata uang kripto dengan imbalan kunci digital bagi perusahaan untuk kembali bisa mengakses data mereka. Perusahaan dan institusi sering menghadapi dilema dan tekanan dari para peretas untuk membayar uang agar data mereka bisa kembali dibuka. Namun di sisi lain, mereka juga menghadapi para klien dan otoritas setempat yang sering kali marah dan mengeluarkan peringatan keras agar mereka tidak membayar peretas. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "
Buru Hacker DarkSide, AS Tawarkan Hadiah Rp 143 Miliar", Editor : Danur Lambang Pristiandaru
Editor: Adi Wikanto