JAKARTA. Pemerintah seperti tidak mau menyerah begitu saja atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan untuk segera merampungkan pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Buktinya, pemerintah bakal mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. "Soal putusan pengadilan, nanti pemerintah mempunyai hak untuk naik banding," kata Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono seusai rapat Komite Pendidikan Nasional di kantor Wakil Presiden, Rabu (13/7). Agung tidak merinci pertimbangan yang melandasi upaya hukum banding tersebut. Yang pasti dirinya beralasan bahwa pertimbangan yang menjadi putusan majelis hakim dalam memutus perkara BPJS tersebut belum tentu benar. "Begitulah proses hukum karena belum tentu yang digunakan dalil-dalil itu belum tentu benar, nanti kita lihat lagi," katanya. Terlepas dari itu, Agung memaparkan bahwa proses pembahasan RUU BPJS tengah digodok di DPR. Targetnya, sebelum tanggal 21 Juli mendatang sudah rampung disahkan menjadi UU. Dirinya menjelaskan bahwa saat ini DPR dan pemerintah tengah getol-getolnya menyelesaikan dua isu krusial yakni soal masalah transformasi dari BUMN ke BPJS dan soal penetapan dewan direksi dan pengawas BPJS. Seperti diketahui, PN Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan warga negara (citizen lawsuit) Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) yang menuntut segera disahkannya RUU BPJS. Majelis memerintahkan, agar RUU BPJS yang kini tengah dibahas di DPR RI segera disahkan. Selain itu, majelis juga meminta agar para tergugat, yakni DPR dan pemerintah segera membentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden sebagaimana diperintahkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Selain itu diperintahkan juga dilakukan penyesuaian terhadap BPJS. Penyesuaian yang dimaksud adalah terhadap PT Jamsostek, PT Askes, PT Asabri dan PT Taspen untuk dikelola oleh badan hukum wali amanat dan dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia. Kendati demikian, sambung majelis, tuntutan meminta ganti rugi senilai Rp 1 sebagai simbolisasi tidak dikabulkan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah bakal ajukan banding putusan pengadilan soal BPJS
JAKARTA. Pemerintah seperti tidak mau menyerah begitu saja atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan untuk segera merampungkan pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Buktinya, pemerintah bakal mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. "Soal putusan pengadilan, nanti pemerintah mempunyai hak untuk naik banding," kata Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono seusai rapat Komite Pendidikan Nasional di kantor Wakil Presiden, Rabu (13/7). Agung tidak merinci pertimbangan yang melandasi upaya hukum banding tersebut. Yang pasti dirinya beralasan bahwa pertimbangan yang menjadi putusan majelis hakim dalam memutus perkara BPJS tersebut belum tentu benar. "Begitulah proses hukum karena belum tentu yang digunakan dalil-dalil itu belum tentu benar, nanti kita lihat lagi," katanya. Terlepas dari itu, Agung memaparkan bahwa proses pembahasan RUU BPJS tengah digodok di DPR. Targetnya, sebelum tanggal 21 Juli mendatang sudah rampung disahkan menjadi UU. Dirinya menjelaskan bahwa saat ini DPR dan pemerintah tengah getol-getolnya menyelesaikan dua isu krusial yakni soal masalah transformasi dari BUMN ke BPJS dan soal penetapan dewan direksi dan pengawas BPJS. Seperti diketahui, PN Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan warga negara (citizen lawsuit) Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) yang menuntut segera disahkannya RUU BPJS. Majelis memerintahkan, agar RUU BPJS yang kini tengah dibahas di DPR RI segera disahkan. Selain itu, majelis juga meminta agar para tergugat, yakni DPR dan pemerintah segera membentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden sebagaimana diperintahkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Selain itu diperintahkan juga dilakukan penyesuaian terhadap BPJS. Penyesuaian yang dimaksud adalah terhadap PT Jamsostek, PT Askes, PT Asabri dan PT Taspen untuk dikelola oleh badan hukum wali amanat dan dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia. Kendati demikian, sambung majelis, tuntutan meminta ganti rugi senilai Rp 1 sebagai simbolisasi tidak dikabulkan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News