JAKARTA. Pemerintah memastikan bakal mengajukan dua opsi dalam proses negosiasi kerjasama Proyek Asahan dengan Jepang.
Pertama, Indonesia tidak akan melanjutkan kerjasama dengan negeri matahari terbit tersebut yang berakhir pada 2013 mendatang. Itu berarti, pemerintah melalui badan usaha milik negara (BUMN) akan menguasai 100% saham PT Asahan Indonesia Aluminium alias Inalum.
Kedua, Indonesia akan tetap meneruskan kerjasama Proyek Asahan dengan Jepang dengan syarat: kontrak berikutnya harus lebih menguntungkan negara kita. Misalnya, soal pembagian kepemilikan saham di Inalum, Indonesia harus menjadi pemegang saham pengendali.
Syarat lain, pemerintah meminta ada peningkatan kapasitas produksi Inalum. "Kami juga minta ada penambahan pembangkit listrik agar kawasan ini berkembang menjadi kawasan industri," kata Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa usai rapat koordinasi menteri ekonomi membahas Proyek Asahan, Kamis (10/6). Hatta menambahkan, kalau pemerintah siap jika memang harus menguasai seutuhnya Inalum. Makanya, pemerintah sudah meminta tim teknis yang dikomandani Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mempertajam proposal negosiasi. Bahkan kalau perlu menunjuk tim independen untuk menilai ulang aset Inalum.Antam calon kuat Perusahaan pelat merah yang digadang-gadang pemerintah dapat mengambilalih Inalum adalah PT Aneka Tambang Tbk (Antam). "BUMN yang pas di situ kan, ya, Antam," kata Hatta. Cuma, pemerintah memang harus merogoh kocek dalam-dalam untuk mengambilalih 58,88% saham Inalum milik Nippon Asahan Aluminium Co. Ltd (NAA). Ketua Otorita Asahan Effendi Sirait bilang, butuh dana sekitar US$ 220 juta untuk menguasai pabrik aluminium tersebut. Rinciannya, US$ 110 juta untuk membeli saham NAA, sisanya yang US$ 110 juta buat tambahan modal kerja Inalum. Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar menyatakan, pihaknya sanggup mengambilalih Inalum, berapapun duit yang dibutuhkan. Uang tersebut seutuhnya dari korporasi tanpa mencomot secuilpun dari APBN. "Kami berjuang agar Inalum dipegang BUMN, calonnya bisa Antam atau siapa saja dan soal dana tak masalah," ujarnya.
Tapi, Mustafa menambahkan, tidak tertutup kemungkinan BUMN akan menggandeng pemerintah daerah (pemda), baik provinsi maupun kabupaten. "Nanti akan kami lihat porsi saham pemda sebanding di masing-masing tingkat," kata dia. Catatan saja, Proyek Asahan merupakan kerjasama Pemerintah RI dengan 12 investor asal Jepang yang diteken pada 1975 lampau di Tokyo. Bentuknya, berupa pabrik aluminium dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan memanfaatkan air dari Sungai Asahan. Ke-12 investor Jepang itu lalu membentuk perusahaan patungan, NAA. Indonesia dan NAA kemudian mendirikan Inalum pada 1976 untuk membangun dan mengelola pabrik aluminium dan PLTA Asahan II. Kerjasama ini berlangsung selama 30 tahun dengan kesempatan peninjauan ulang kontrak pada 2010. Saat ini, Pemerintah RI mendekap 41,12% saham Inalum, sisanya 58,88% dimiliki NAA. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi