KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus gencar memperkuat kedalaman pasar dengan menerbitkan berbagai instrumen surat utang untuk investor ritel. Hal ini dinilai sebagai upaya jangka panjang pemerintah dalam memperbesar porsi kepemilikan investor domestik, khususnya ritel, di Surat Berharga Negara. Sebagai informasi, setelah Savings Bond Ritel seri SBR004, pemerintah masih merencanakan penerbitan dua instrumen lain yaitu Obligasi Negara Ritel seri ORI15 dan Sukuk Tabungan seri ST002 di sisa semester dua. Jika terwujud, di tahun ini pemerintah menerbitkan instrumen surat utang berbasis ritel sebanyak lima kali. Dimulai dari Sukuk Ritel seri SR010, SBR003, SBR004, ORI15, dan ST002.
Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra mengungkapkan, dampak penerbitan instrumen surat utang ritel yang masif di tahun ini tidak bisa dirasakan dalam waktu jangka pendek. Sebab, dari sisi nilai kepemilikan, jumlah dana investor ritel di SBN memang masih tergolong rendah. Menurut data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu, porsi kepemilikan investor ritel atau individu di SBN hanya mencapai 2,83% dengan nilai Rp 63,67 triliun per 16 Agustus lalu. Maka dari itu, Made menilai penerbitan instrumen surat utang berbasis ritel lebih condong disebut sebagai langkah jangka panjang pemerintah dalam memperkuat basis investor domestik, khususnya ritel. “Dari sini terlihat pemerintah lebih mengincar bertambahnya jumlah investor ketimbang dananya. Kalau yang diincar hanya dana, jelas selisihnya masih sangat jauh dari investor asing,” paparnya, Senin (20/8). Ia menambahkan, pekerjaan rumah terbesar bagi pemerintah saat ini adalah memastikan agar sosialisasi dan edukasi tiap instrumen surat utang berbasis ritel tersebut bisa berjalan lancar dan tepat sasaran. Jika akhirnya jumlah investor ritel terus mengalami pertumbuhan, pemerintah bisa memperbanyak frekuensi penerbitan surat utang berbasis ritel pada tahun-tahun mendatang. “Bisa saja tiap bulan ada penawaran surat utang ritel seperti ORI atau SBR kalau basis investornya sudah besar,” kata Made.
Walau sifatnya saling melengkapi, dari sederet instrumen surat utang berbasis ritel yang tersedia, SBR dan Sukuk Tabungan dinilai Made paling bisa dimaksimalkan untuk menggenjot pertumbuhan investor ritel. Hal ini karena karakteristik kedua instrumen tersebut yang tidak diperdagangkan di pasar sekunder, sehingga secara keseluruhan benar-benar dimiliki oleh investor domestik, lebih khusus investor individu. Kondisi berbeda dialami oleh ORI dan Sukri yang bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Artinya ada potensi perpindahaan kepemilikan dari investor ritel ke investor institusi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan investor asing membeli instrumen tersebut di pasar sekunder. Jika demikian, justru ada potensi kinerja ORI dan Sukri terpapar sentimen global. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia