KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana mengkaji ulang kebijakan wajib setor Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sebesar 30% yang berlaku per 1 Agustus 2023 lalu. Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menjelaskan, evaluasi ini akan dilakukan setelah melihat penerapan selama tiga bulan pertama. "Kita akan mereview bagaimana terkait dengan DHE ini," ungkap Seto dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Tantangan dan Kebijakan Hilirisasi di Indonesia” di Menara Kompas, Jumat (15/9).
Seto menjelaskan, tujuan dari implementasi kebijakan wajib setor DHE sebesar 30% ini untuk memastikan dana pelaku usaha dalam bentuk US$ dapat tersimpan di dalam negeri dan dikonversi menjadi rupiah.
Baca Juga: Punya Peran Krusial, Pelaku Usaha Minta Pemerintah Lirik Hilirisasi Tembaga "Kan esensinya itu. Jadi kalau dolar-nya ditukarkan menjadi Rupiah sebetulnya kita tujuannya sudah tercapai," tambah Seto. Seto mengungkapkan, evaluasi bakal dilakukan sekitar bulan November mendatang. Meski tak merinci, ia memastikan pemerintah sudah memetakan perbaikan yang harus dilakukan nantinya. Dalam kesempatan sama, PT Freeport Indonesia (PTFI) menyampaikan soal keluhan beban fiskal dan finansial yang harus dihadapi di tengah kewajiban investasi yang berjalan.
VP Government Relations and Smelter Technical Support Freeport Harry Pancasakti menjelaskan, PTFI memiliki kewajiban untuk menempatkan jaminan kesungguhan sesuai ketentuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Kalau skalanya Freeport itu sekitar US$ 380 juta," terang Harry. Di sisi lain, PTFI juga harus mengikuti ketentuan bea keluar ekspor konsentrat tembaga dari Kementerian Keuangan. Menurutnya, dua kebijakan yang ada ini memiliki semangat yang sama yakni untuk mendorong hilirisasi minerba. Sayangnya, kebijakan ini dinilai menimbulkan dampak finansial bagi pelaku usaha termasuk Freeport. Selain itu, pemerintah baru-baru ini mengeluarkan kebijakan soal kewajiban penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) sebesar 30% selama tiga bulan. Nantinya, dana ini akan digunakan untuk dibelanjakan di dalam negeri. "Freeport sekitar US$ 700 juta nilai yang harus kita tahan di dalam negeri," tambah Harry.
Baca Juga: Harita Nickel Mengokohkan Posisi sebagai Jawara Tambang Nikel Terpadu di Indonesia Pihaknya tidak mempermasalahkan soal kewajiban ini. Meski demikian, PTFI menyoroti soal belum adanya kebijakan atau regulasi soal pembelanjaan dana tersebut di dalam negeri. Untuk itu, pihaknya berharap regulasi tersebut bisa segera terbit. Selain investasi yang sudah cukup besar dikeluarkan PTFI untuk smelter. PTFI juga tidak bisa menggunakan dana jaminan kesungguhan sebesar US$ 380 juta yang disetorkan. "Uang ini kan diperlukan, beban yang pertama (jaminan kesungguhan) tadi kan uangnya deposit mati, tidak bergerak kemana-mana," jelas Harry. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi