KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah tengah mempertimbangkan penerapan skema Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk subsidi energi baik itu BBM maupun listrik. Hal ini dilakukan agar skema bantuan tersalurkan dengan tepat sasaran. Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menilai, pemerintah perlu
mengantisipasi dampak skema BLT ini terhadap inflasi dan kemiskinan. Menurutnya, dengan adanya pengalihan subsidi ke BLT dapat memicu inflasi, terutama jika harga BBM dan listrik naik akibat pencabutan subsidi.
“Inflasi yang tinggi dapat meningkatkan angka kemiskinan, terutama bagi masyarakat yang tidak menerima BLT,” tutur Rizal kepada Kontan, Senin (11/11).
Baca Juga: Realisasi Subsidi dan Kompensasi Mencapai Rp 327 triliun hingga Oktober 2024 Rizal menyarankan agar pemerintah sebagai otoritas pengendali inflasi, melakukan pengendalian harga kebutuhan pokok, penguatan jaringan sosial, pengendalian inflasi, pemberdayaan ekonomi lokal, dan melakukan pemantauan atau monitoring secara berkala. Disamping itu, Ia juga memberikan beberapa catatan terhadap pengalihan subsidi ke BLT.
Pertama, perlu disiapkan mekanisme penyaluran BLT yang efisien dan transparan, sehingga bantuan dapat diterima tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat manfaat oleh penerima manfaat tanpa hambatan birokrasi.
Kedua, validitas dan reliabilitas data penerima. Artinya supaya BLT tepat sasaran, diperlukan data penerima yang akurat dan mutakhir. Adapun Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan bahwa Kementerian Sosial bersama kementerian terkait sedang melakukan konsolidasi data untuk memastikan bantuan diberikan kepada yang berhak. Lebih lanjut, Ia menyampaikan, sebelum kebijakan diimplementasikan, pemerintah dianjurkan untuk memastikan semua persiapan, termasuk keakuratan data penerima, mekanisme penyaluran, dan sistem pengawasan, telah siap. “Jika persiapan belum optimal, penundaan sementara mungkin diperlukan untuk memastikan program berjalan efektif dan mencapai tujuan yang diharapkan,” ungkapnya. Ia juga menilai, jika semua catatan tersebut sudah dipersiapkan, maka pemerintah bisa siap langsung melaksanakan pengalihan subsidi ke BLT, dengan syarat anggarannya sudah tersedia. Rizal juga mencatat, dengan skema BLT, terdapat potensi penghematan anggaran sekitar Rp 150 triliun hingga Rp 200 triliun per tahun. “Dana yang dihemat ini dapat dialokasikan untuk program lain yang lebih produktif,” tandasnya.
Baca Juga: ESDM: Implementasi B50, Indonesia Perlu Menambah 7-9 Pabrik Biodiesel Baru Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati