KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi membatasi komoditas yang mendapat pupuk subsidi. Sebelumnya, alokasi pupuk subsidi untuk 70 jenis komoditas. Saat ini, pupuk subsidi hanya diperuntukkan untuk 9 komoditas utama. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud mengatakan, kebijakan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Musdhalifah menyebut, pupuk subsidi yang akan disalurkan adalah pupuk urea dan pupuk NPK. Pupuk subsidi tersebut untuk 9 komoditas utama yakni padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kopi dan kakao.
Sembilan komoditas tersebut diharapkan akan bisa mendukung terwujudnya ketahanan pangan yang lebih baik di masa depan. "Saat ini anggaran kita untuk alokasi pupuk bersubsidi pemerintah menyediakan Rp 25 triliun untuk paling tidak bisa menjangkau 16 juta petani di negara kita," ujar Musdhalifah dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (15/7).
Baca Juga: Pembagian Pupuk Subsidi Dibatasi, Petani Minta Sosialisasi Tentang Pupuk Organik Musdhalifah menerangkan, salah satu yang saat ini sedang dilakukan adalah memperbaiki tata kelola pupuk bersubsidi. Baik melalui digitalisasi dalam distribusi maupun dalam penebusan pupuk bersubsidi, jugaadalam kerangka penyiapan data penerima subsidi pupuk agar lebih tepat sasaran. Ia menyebut, kebijakan pupuk subsidi merupakan langkah strategis pemerintah yang disepakati untuk mengoptimalkan penyaluran pupuk bersubsidi, baik kepada petani serta untuk bisa mendorong optimalisasi hasil pertanian, menjaga ketahanan pangan, dan meningkatkan kesejahteraan petani. "Pemerintah berkomitmen terus memperbaiki tata kelola pupuk subsidi dalam pembangunan ekonomi dan khususnya sektor pertanian agar bisa lebih inovatif dan adaptif terhadap kemajuan teknologi," jelas Musdjalifah. Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil mengatakan, Indonesia dihadapkan pada gejolak geopolitik global akibat adanya perang Rusia-Ukraina yang turut mengerek harga pangan dan energi yang menyebabkan biaya produksi serta memicu kenaikan inflasi di berbagai negara. Ali menyebut, kenaikan harga energi baik minyak maupun gas turut berdampak kepada kenaikan harga pupuk global. Mengingat bahwa salah satu bahan baku pupuk mengalami kenaikan sehingga juga turut mengerek harga pupuk dunia.
Baca Juga: Kementan Beberkan Mekanisme Pengawasan Pupuk Subsidi pada Juli 2022 "Laporan dari world bank yang kami baca menunjukkan bahwa kenaikan harga pupuk sudah mencapai sekitar 30% di tahun 2022," ujar Ali. Selain itu, sanksi ekonomi untuk Rusia dan Belarusia, pembatasan ekspor bahan baku pupuk dari salah satu negara misalnya China dan kelangkaan di pasar global turut mengerek kenaikan harga. "Situasi ini menuntut kita untuk terus berbenah dan meningkatkan optimalisasi dari pupuk bersubsidi agar tepat guna dan sasaran," ucap Ali. Adapun, pupuk subsidi diberikan kepada petani yang mempunyai luas lahan maksimal 2 hektare (Ha) setiap musim tanam. Petani tersebut harus tergabung dalam Kelompok Tani serta terdaftar dalam Simluhtan (Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian). Penyaluran pupuk bersubsidi dari kios pengecer kepada petani menggunakan Kartu Tani melalui mesin Electronic Data Capture dan/atau aplikasi digital. Dalam hal Kartu Tani belum tersedia, penyaluran dapat menggunakan kartu tanda penduduk (KTP). Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian, Dedi Nursyamsi mengatakan, berdasarkan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) kebutuhan pupuk sebenarnya mencapai 24 juta ton. "Tapi kenyataannya pemerintah hanya mampu memberikan subsidi (pupuk) sekitar 9 juta ton. Mau tidak mau harus kita kurangi jenis pupuknya," ucap Dedi.
Baca Juga: Pemerintah Siapkan Anggaran Rp 25 triliun untuk Pupuk Subsidi Dedi mengungkap alasan pembatasan jenis pupuk subsidi hanya untuk dua jenis pupuk yakni pupuk urea dan pupuk NPK. Hal itu karena makro primer pupuk ada di pupuk urea dan pupuk NPK. "Makanya dua pupuk itu (yang disubsidi)," terang Dedi. Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia, Gusrizal mengatakan, siap mendukung program pupuk subsidi. Ia memastikan, pabrik pupuk urea maupun pupuk NPK beroperasi dengan baik dan mengembangkan sistem distribusi yang dapat menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai alokasi yang ditetapkan pemerintah sesuai aturan yang berlaku. Gusrizal menerangkan, pada rencana kerja perusahaan tahun 2022, Pupuk Indonesia merencanakan memproduksi sekitar 8.096.000 ton pupuk urea dalam setahun. Meski begitu, pihaknya masih mempunyai sisa stok yang selalu dialokasikan di awal tahun sekitar 867.781 ton. Jadi secara total kita merencanakan mempunyai stok produksi sekitar 8.993.781 ton. "Kalau seandainya nanti ada perubahan alokasi, setidaknya kami masih punya cadangan 4 juta ton lagi kalau ada kebutuhan-kebutuhan subsidi, kalau tidak kita lakukan di non subsidi. Jadi produksi kami 8,9 juta ton urea sementara alokasi pupuk bersubsidi urea sekitar 4 juta ton," jelas Gusrizal.
Baca Juga: Kementerian Pertanian Usulkan Tambahan Anggaran Tahun Ini Menjadi Rp 14,67 Triliun Selanjutnya, untuk pupuk NPK, Pupuk Indonesia juga merencanakan memproduksi 3.083.500 ton. Pihaknya juga selalu menyediakan stok di awal tahun 331.754 ton.
"Jadi di 2022 ini insyaallah kami akan punya produksi sekitar 3.415.252 ton. Kalau sekarang alokasi NPK sekitar 2,4 juta ton, jadi kami harap ini cukup untuk memenuhi kebutuhan," ucap Gusrizal. Gusrizal mengatakan, Pupuk Indonesia berkontribusi untuk penyempurnaan sistem digitalisasi untuk mengembangkan sistem digital dari lini 1 sampai lini 3 dan sekarang lagi mengembangkan dari lini 3 sampai lini 4. "Dua itu, satu yang disebut ritel
management system, penebusan di kios dan kami juga sedang mengembangkan product tracking dari pergerakan pupuk kami dari lini 3 gudang provinsi ke kios penyalur," jelas Gusrizal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli