Pemerintah belum bisa tentukan kuota garam



JAKARTA. Pemerintah belum menentukan jumlah kuota impor garam, karena data yang belum sinkron antara data yang dimiliki oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perdagangan (Kemendag) maupun Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Perbedaan ini terkait dengan produksi garam konsumsi masih berbeda antara ketiga kementerian tersebut, sehingga menjadi kendala soal angka stok dan kebijakan keran untuk impor garam. Keterangan tersebut disampaikan oleh Menteri KKP Sharif Cicip Sutardjo, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, pada Senin (13/2). Cicip menyampaikan bahwa telah disepakati oleh pihak-pihak terkait perihal jumlah kebutuhan garam selama tahun 2012. Untuk garam konsumsi, angka kebutuhan mencapai 1,45 juta ton, sedangkan untuk garam industri angka kebutuhan sebanyak 1,8 juta ton. Karena itu, Cicip menyatakan, untuk pemenuhan garam konsumsi, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan masih akan mengandalkan program pugar. Ia mengungkapkan tahun lalu dengan program yang sama sudah cukup berhasil memproduksi 60-72 ton per hektare. Dengan bermacam upaya ia berharap bisa meningkatkan kapasitas produksi menjadi 80 ton per hektare. Meski begitu Cicip menyampaikan bahwa kualitas produk garam yang dihasilkan oleh program pugar, masih jauh lebih rendah dibanding mutu garam standar. "Saya melihat bahwa kualitas garam pugar, belum maksimal. Karena itu, perlu adanya upaya peningkatan kualitas garam pugar, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri," jelas Cicip. Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Kelautan dan pulau-pulau pesisir, Sudirman Saad menyatakan, pekan ini masih akan dilakukan rapat dengan pihak-pihak terkait untuk menentukan langkah apa saja yang akan diambil di tahun 2012. "Kalau impor garam, saya no comment. Yang terpenting KKP berkonsentrasi untuk menggenjot produksi garam," ujar Saad. Karena itu, belum adanya data persediaan garam yang komprehensif, membuat langkah kebijakan keran impor garam belum bisa diambil dan diputuskan saat ini. Pimpinan rapat dengar pendapat Komisi IV, Romahurmuzy, mengungkapkan untuk mendapatkan data yang konkret dan komprehensif diperlukan audit terhadap data produksi garam nasional. Ia mengungkapkan perlu adanya lembaga yang menyensus produksi garam, yang tugasnya tidak hanya melakukan survei. Karena itu, Romahurmuzy menyatakan dalam hal ini perlu bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) yang memiliki ketersediaan aparatur yang tersebar di seluruh kabupaten. Selain itu, BPS juga merupakan lembaga otoritas, yang memungkinkan untuk melakukan sensus garam. "Kalau sensus jumlah ternak saja bisa, sensus produksi garam pasti bisa," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.