Pemerintah belum mau aktifkan perjanjian utang



JAKARTA. Posisi asing dalam Surat Utang Negara (SUN) Indonesia tinggi. Meskipun begitu, pemerintah belum berencana untuk mengantisipasi tingginya minat asing dengan mengaktifkan kembali perjanjian utang dengan negara lain.

Sekedar gambaran saja, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) pada akhir Oktober 2014, posisi ating dalam Surat Berharga Negara (SBN) mencapai 37,8% atau sebesar Rp 459,86 triliun. Secara year to date hingga 31 Oktober 2014, total SBN Indonesia mencapai Rp 1.216,41 triliun.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan apabila terjadi goncangan SBN Indonesia dengan keluarnya asing maka pemerintah bisa menggunakan standby loan alias dana siaga sebagai langkah antisipasi. "Gunakan stand by loan saja," ujar Bambang akhir pekan ini.


Maka dari itu, menurut Bambang, kerja sama bilateral seperti Paris Club di antara negara G20 dalam hal penyediaan utang termasuk dana talangan utang belum perlu dilakukan. Pemerintah memang mempunyai dana siaga sebagai dana pertahanan. Asal tahu saja, Indonesia menandatangani sejumlah Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan berbagai negara. BI menandatangani BSA dengan China senilai US$ 15 miliar, dengan Jepang senilai US$ 22,78 miliar, dan dengan Korea Selatan senilai US$ 10 miliar. Berbagai jalinan kerja sama tersebut sebagai bentuk pertahanan terhadap goncangan ekonomi dunia.

Ada pula komitmen kerja sama Perjanjian Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM) antara Indonesia dan negara kawasan ASEAN dengan China, Jepang serta Korea Selatan. Sebelumnya komitmen kerja sama CMIM sebesar US$ 120 miliar lalu ditingkatkan menjadi US$ 240 miliar. Pemerintah sendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-p) 2014 mempunyai dana cadangan risiko fiskal sebesar Rp 2,66 triliun dan naik menjadi Rp 5,4 triliun dalam APBN 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto