JAKARTA. Awal tahun ini, harga minyak mentah internasional yang mulai merangkak. Nilai tukar rupiah juga masih melemah yang berpotensi membuat indikator asumsi makro meleset. Meski begitu, pemerintah belum berniat untuk mempercepat pengajuan APBN Perubahan (APBNP 2013). Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Rofyanto Kurniawan mengatakan pada Januari 2013 beberapa indikator makro ekonomi sudah lebih tinggi dari asumsinya. Sebut saja harga minyak mentah Indonesia alias ICP yang mencapai US$ 111,7 per barel, lebih tinggi dari asumsi APBN 2013 yang sebesar US$ 100 per barel dan nilai tukar yang ada di kisaran Rp 9.600 - Rp 9.700 per dollar AS, lebih lemah dari asumsi APBN 2013 sebesar Rp 9.300 per dollar AS. Meski begitu, Rofyanto bilang melesetnya harga ICP dan konsumsi BBM bersubsidi pada Januari masih dalam batas normal. "Kalau kondisinya masih seperti itu, kami bisa melaksanakan APBNP sesuai dengan waktunya," ujarnya akhir pekan lalu. Namun, jika harga minyak mentah dan konsumsi BBM pada Februari kembali meningkat dan diiringi dengan tekanan pada nilai tukar rupiah, Rofyanto bilang pemerintah bisa mempertimbangkan percepatan APBNP. Hanya saja, sampai saat ini, kata Rofyanto pemerintah masih fokus mencermati sejauh mana daya tahan kondisi fiskal pemerintah. Catatan saja, pada tahun 2012 lalu, pemerintah mengajukan percepatan APBNP. Biasanya, APBNP diajukan pada pertengahan tahun, setelah melihat hasil evaluasi pelaksanaan anggaran selama semester I. Namun, pada tahun 2012 lalu pemerintah mengajukan APBNP sekitar bulan Maret karena melesetnya beberapa indikator asumsi makro. Yang pasti, saat ini pemerintah masih berupaya untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi agar tak melampaui kuotanya. Dalam APBN 2013 pemerintah mematok kuota BBM bersubsidi sebesar 46 juta kilo liter. Dalam APBN 2013 pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp 274,7 triliun. Rinciannya subsidi BBM, LPG tabung 3 kg, dan LGV sebesar Rp 193,8 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 80,9 triliun. Namun, jika menghitung pertumbuhan alami konsumsi BBM bersubsidi sekitar 7% - 8% per tahun, dan realisasi konsumsi BBM bersubsidi tahun 2012 sekitar 45,02 juta kilo liter, maka konsumsi BBM bersubsidi secara alamiah tahun ini akan ada di kisaranĀ 48 juta kilo liter. Nah, Rofyanto berharap konsumsi BBM bersubsidi tahun ini bisa dikendalikan di kisaran tersebut, dan tidak jebol sampai 50 juta kilo liter. Sebab, kalau konsumsi BBM bersubsidi mencapai 50 juta kilo liter, "Mungkin (beban anggaran subsidi energi) lebih dari Rp 300 triliun, dan pasti akan menjadi beban bagi APBN kita," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah belum percepat pengajuan revisi APBN
JAKARTA. Awal tahun ini, harga minyak mentah internasional yang mulai merangkak. Nilai tukar rupiah juga masih melemah yang berpotensi membuat indikator asumsi makro meleset. Meski begitu, pemerintah belum berniat untuk mempercepat pengajuan APBN Perubahan (APBNP 2013). Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Rofyanto Kurniawan mengatakan pada Januari 2013 beberapa indikator makro ekonomi sudah lebih tinggi dari asumsinya. Sebut saja harga minyak mentah Indonesia alias ICP yang mencapai US$ 111,7 per barel, lebih tinggi dari asumsi APBN 2013 yang sebesar US$ 100 per barel dan nilai tukar yang ada di kisaran Rp 9.600 - Rp 9.700 per dollar AS, lebih lemah dari asumsi APBN 2013 sebesar Rp 9.300 per dollar AS. Meski begitu, Rofyanto bilang melesetnya harga ICP dan konsumsi BBM bersubsidi pada Januari masih dalam batas normal. "Kalau kondisinya masih seperti itu, kami bisa melaksanakan APBNP sesuai dengan waktunya," ujarnya akhir pekan lalu. Namun, jika harga minyak mentah dan konsumsi BBM pada Februari kembali meningkat dan diiringi dengan tekanan pada nilai tukar rupiah, Rofyanto bilang pemerintah bisa mempertimbangkan percepatan APBNP. Hanya saja, sampai saat ini, kata Rofyanto pemerintah masih fokus mencermati sejauh mana daya tahan kondisi fiskal pemerintah. Catatan saja, pada tahun 2012 lalu, pemerintah mengajukan percepatan APBNP. Biasanya, APBNP diajukan pada pertengahan tahun, setelah melihat hasil evaluasi pelaksanaan anggaran selama semester I. Namun, pada tahun 2012 lalu pemerintah mengajukan APBNP sekitar bulan Maret karena melesetnya beberapa indikator asumsi makro. Yang pasti, saat ini pemerintah masih berupaya untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi agar tak melampaui kuotanya. Dalam APBN 2013 pemerintah mematok kuota BBM bersubsidi sebesar 46 juta kilo liter. Dalam APBN 2013 pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp 274,7 triliun. Rinciannya subsidi BBM, LPG tabung 3 kg, dan LGV sebesar Rp 193,8 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 80,9 triliun. Namun, jika menghitung pertumbuhan alami konsumsi BBM bersubsidi sekitar 7% - 8% per tahun, dan realisasi konsumsi BBM bersubsidi tahun 2012 sekitar 45,02 juta kilo liter, maka konsumsi BBM bersubsidi secara alamiah tahun ini akan ada di kisaranĀ 48 juta kilo liter. Nah, Rofyanto berharap konsumsi BBM bersubsidi tahun ini bisa dikendalikan di kisaran tersebut, dan tidak jebol sampai 50 juta kilo liter. Sebab, kalau konsumsi BBM bersubsidi mencapai 50 juta kilo liter, "Mungkin (beban anggaran subsidi energi) lebih dari Rp 300 triliun, dan pasti akan menjadi beban bagi APBN kita," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News