Pemerintah berencana kurangi penerbitan SBN ritel



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengurangi rencana porsi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel tahun ini. Rencananya, penerbitan SBN ritel menjadi hanya 5% dari penerbitan SBN bruto sebesar Rp 846,4 triliun.

Dengan demikian, total SBN ritel yang akan diterbitkan hanya Rp 42,32 triliun. Jumlah itu hampir sama dengan target indikatif hampir Rp 40 triliun di tahun lalu. Padahal rencana pemerintah sebelumnya, akan menerbitkan SBN ritel sebesar 6%-8% dari SBN bruto atau sekitar Rp 50,8 triliun-Rp 67,7 triliun di tahun 2018.

Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Loto Srinaita Ginting mengatakan, jumlah tersebut berdasarkan perhitungan terkini pemerintah. Namun, pihaknya tak menutup kemungkinan menerbitan dengan jumlah yang lebih besar lagi. "Hitungannya sekitar 5% saja. Namun kalau demand-nya naik, terbuka juga dilakukan penyesuaian," kata Loto kepada Kontan.co.id, Kamis (4/1).


Sementara itu, rencana jadwal penerbitan masih tetap sama. Yaitu, penerbitan sukuk ritel (sukri) akan dilakukan di Maret 2018, obligasi ritel online akan dilakukan di Mei 2018, dan obligasi ritel (ORI) pada Oktober 2018.

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu Scenaider Siahaan mengatakan, komposisi dari penerbitan itu meliputi target indikatif penerbitan sukri Rp 20 triliun, ORI Rp 20 triliun, dan sisanya dari obligasi ritel online.

Awalnya, pemerintah berniat menerbitkan SBN ritel bruto yang lebih besar untuk memperluas basis investor dan mengelola risiko yang ada. Sebab, porsi kepemilikan asing dalam SBN pemerintah saat ini telah mencapai sekitar 39%. "Kalau nanti misalnya investor asing sudah bosan dengan kita, jadi penggantinya masih banyak yang dari domestik," kata Scenaider.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memang memperkirakan, peminat SBN ritel pemerintah tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun lalu. David mengatakan, rendahnya minat SBN tahun lalu lantaran imbal hasil yang ditawarkan pemerintah mirip deposito."Kalau tahun depan gap-nya (imbal hasil SBN ritel dan deposito) masih sama, sehingga kurang lebih peminatnya masih sama," kata David kepada Kontan.co.id.

Imbal hasil sukri yang diterbitkan pemerintah di tahun 2017 sebesar 6,9%, lebih rendah dari tingkat imbalan seri sebelumnya sebesar 8,3% dengan hasil penjualan Rp 14,03 triliun, lebih rendah dari target indikatif Rp 20 triliun.

Sementara itu, tingkat kupon ORI yang diterbitkan pemerintah pada tahun 2017 sebesar 5,85%, terendah sejak ORI diterbitkan pada 2006 dengan hasil penjualan Rp 8,94 triliun, yang juga jauh lebih rendah dari target indikatif Rp 20 triliun dan dari proyeksi Rp 13,4 triliun.

David memperkirakan, tingkat imbal hasil baru akan meningkat di tahun 2019 mendatang. Sebab, tahun ini pasar belum terlalu bereaksi atas kenaikan bunga acuan The Fed. "Suku bunga The Fed akan terus naik. Mungkin tahun ini belum bereaksi. Tahun 2019 baru ada kenaikan yang lumayan sehingga investor bisa saja nunggu 2019," tambah dia.

Ia juga memperkirakan, penerbitan obligasi ritel online tahun ini belum banyak peminatnya meski membantu distribusi, terutama kawasan perkotaan. Sebab, pemilik dana dalam jumlah yang besar mayoritas oleh orang tua yang cenderung memilih investasi secara tradisional.

Sementara investor generasi milenial yang disasar pemerintah, hanya sedikit yang punya dana meski punya akses lebih ke internet.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati