KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah mempertimbangkan pemangkasan besar terhadap kuota pertambangan nikel pada tahun depan, dengan potensi penurunan jumlah ore yang ditambang hingga 150 juta ton, jauh lebih rendah dibandingkan dengan 227 juta ton yang ditargetkan pada tahun ini. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mendukung harga nikel, yang sempat mengalami fluktuasi. Informasi ini pertama kali dilaporkan oleh Bloomberg News pada Kamis lalu, dan menunjukkan bagaimana Indonesia berusaha mengelola pasokan nikel untuk menjaga stabilitas harga.
Indonesia: Pemain Utama dalam Industri Nikel Global
Indonesia telah menjadi salah satu produsen terbesar nikel di dunia setelah menerapkan larangan ekspor bijih nikel mentah pada tahun 2020. Kebijakan tersebut mendorong ekspansi besar-besaran industri pengolahan nikel domestik, menjadikan Indonesia sebagai pusat pengolahan nikel terkemuka.
Baca Juga: Investasi Hilirisasi Butuh US$ 600 Miliar, Indonesia Terbuka ke Investor Asing Sebagai hasil dari kebijakan tersebut, Indonesia kini memainkan peran penting dalam rantai pasokan global untuk produk nikel, yang digunakan dalam berbagai industri, terutama untuk pembuatan baterai kendaraan listrik. Menurut laporan Bloomberg, pemerintah Indonesia tengah mendiskusikan besaran pemangkasan kuota pertambangan nikel yang diusulkan. Diskusi ini melibatkan beberapa pihak terkait, termasuk kementerian terkait yang mengawasi industri pertambangan. Salah satu alasan utama yang mendasari pemangkasan ini adalah untuk mengatasi kekhawatiran mengenai surplus pasokan yang dapat menekan harga nikel di pasar global. Pada beberapa bulan terakhir, beberapa smelter nikel di Indonesia mengeluhkan adanya kekurangan bijih nikel. Kekurangan pasokan ini bahkan memaksa sebagian smelter untuk mengimpor bijih nikel dari Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki cadangan nikel yang melimpah, pengelolaan pasokan dalam negeri tetap menjadi tantangan.
Upaya Pemerintah untuk Menjaga Keseimbangan Pasokan dan Permintaan
Rencana untuk mengatur pasokan dan permintaan bijih nikel ini menjadi bagian dari kebijakan pemerintah Indonesia untuk mendukung harga komoditas tersebut.
Baca Juga: Bersaing Ketat dengan Tetangga demi Investasi Mancanegara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, dalam sebuah pernyataan pada bulan Oktober lalu menyatakan bahwa negara harus hadir untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Jika pasokan melimpah sementara permintaan rendah, harga nikel akan tertekan turun, yang tentu saja dapat berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia yang sangat bergantung pada sektor pertambangan.
"Negara harus hadir untuk menjaga pasokan dan permintaan. Jika pasokan melimpah sementara permintaan rendah, harga akan turun," ujar Bahlil saat itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .