KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan menggelar tax amnesty jilid II atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Salah satu, hal yang ditawarkan pemerintah kepada wajib pajak (WP) yakni tarif pajak rendah bila hartanya diinvestasikan di dalam negeri. Adapun pelaksanaan PPS tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). PPS terdiri dari dua skema. Pertama, ditujukan bagi alumni tax amnesty 2016/2017 yang merupakan WP orang pribadi maupun WP Badan yang belum dilaporkan pada program pengampunan pajak lima tahun lalu itu. Tarif pajak penghasilan (PPh) Final yang ditawarkan berkisar 11%-6%.
Kedua, untuk WP OP yang memperoleh aset pada 2016-2020 yang belum dilaporkan di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2020.Tarif PPh Final yang diobral oleh pemerintah berkisar 18%-12%.
Baca Juga: Beri kesempatan WP kembalikan kerugian negara, Kemenkeu revisi hukum perpajakan Nah, untuk mendapatkan tarif terendah di masing-masing program yakni 6% dan 12%, maka WP terkait harus merepatriasikan aset yang berada di luar negeri atau dalam negeri dalam bentuk investasi di Surat Berharga Negara (SBN) tertentu, hilirisasi sumber daya alam (SDA), atau renewable energy. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidan Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan saat ini pemerintah tengah menyusun aturan pelaksana PPS. Agar PPS terhadap perekonomian makin besar, pemerintah tengah mengkaji kriteria reinvestasi. Atas masukan dari para pelaku usaha, Prastowo menyampaikan pemerintah tengah mempertimbangkan agar kriteria reinvestasi diperluas. Salah satunya, dengan memasukkan kategori investasi di sektor usaha para wajib pajak. “Masukan di sektor rill aspirasi pengusaha bisa diinvestasikan ke perusahaannya. Tapi menarik aspirasinya, kalau diinvestasikan ke perusahaannya, bukan hanya paper on paper,” kata Prastowo saat ditemui dalam acara Media Gathering Kanwil DJP Jakarta Barat, Jumat (26/11). Kata Prastowo usulan dari para pengusaha itu dapat lebih efektif, sebab dana yang diinvestasikan langsung masuk ke bisnis yang sedang berjalan. Sehingga, tidak perlu membuat usaha baru lagi di bidang hlirisasi SDA atau renewable energy. “Yang penting nanti adalah pengawasannya. Karena waktu tax amnesty 2016 duit-nya masuk benar-benar disimpen atau tidak ngawasinnya sulit,” ujar Prastowo.
Baca Juga: Tax amnesty jilid II akan digelar pada awal 2022, ini seruan Ditjen Pajak Di sisi lain, pemerintah juga mengatur bahwa atas dana yang diinvestasikan di dalam negeri bagi para peserta PPS, paling sebentar ditanamkan selama lima tahun. Periode ini lebih lama dibandingkan saat tax amnesty berlangsung kala ini yakni tiga tahun. “Dibuat lima tahun agar kalau tiga tahun tanggung mau diinvestasikan terlalu pendek, kalau ditarik kelamaan,” kata Prastowo. Prastowo menambahkan, saat ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait pelaksanaan PPS. Targetnya, paling lama pertengahan bulan depan sudah diterbitkan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto