KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Schroders Investment Management Indonesia memberikan tanggapan terkait pemerintah yang berencana menerapkan family office di Indonesia. Saat ini pemerintah tengah mengkaji kebijakan family office, dan nantinya akan melibatkan perusahaan-perusahaan manajer investasi dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta untuk menggarap. Untuk diketahui,
family office merupakan perusahaan swasta yang bertugas untuk menangani kekayaan satu keluarga atau individu kaya. Tujuan terbentuknya
family office tersebut agar orang-orang kaya dari luar negeri ingin menaruh uangnya di Indonesia.
Baca Juga: Family Office Akan Bebas Pajak, Menteri Suharso: Kasihan Sri Mulyani Chief Executive Officer Schroders Investment Management Michael Tjoajadi mengatakan bahwa
family office memiliki peraturan dan undang-undang tersendiri di Singapura untuk mengatur segala aspek dan semua kebutuhan, seperti jumlah dana yang harus disetor, perlakuan pajak, kegiatan yang bisa dilakukan, transparansi, dan kebutuhan tenaga kerja. “Namun saya tidak tau, apakah
family office disini nantinya akan dibawah naungan Otorita Jasa Keuangan (OJK) atau tidak, atau apakah
under independent sendiri? We
don’t know,” kata Michael di Gedung Schroders, Senin (8/7). Meski begitu, Michael menuturkan bahwa perusahaan
private equity di Indonesia tidak berada di bawah pengawasan OJK. Pasalnya, di Indonesia, perusahaan
private equity beroperasi seperti PT (Perseroan Terbatas) sendiri. Menurut dia, perusahaan
private equity juga disebut sebagai
fund manager atau manajer investasi, lantaran mengelola dana dari kliennya.
Baca Juga: Family Office Belum Mendesak dan Diragukan Bisa Mendorong Ekonomi "Jadi
private equity ini bertindak sebagai
fund manager, namun mereka menginvestasikan dana ke perusahaan yang tidak terdaftar di bursa. Tapi, saya tidak tahu di Jakarta mekanismenya akan seperti apa," kata dia. Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa family office ini cukup menarik karena akan memberikan keuntungan dari segi pajak. Kendati begitu, terdapat batasan ukuran minimum dana untuk dapat masuk ke dalam
family office. Untuk sebab itu, tidak semua orang bisa memanfaatkan fasilitas tersebut. DI sisi lain, Michael menjelaskan, pengelolaan dana dalam
family office tidak bersaing dengan manajer investasi. Pasalnya, dana ini diinvestasikan dan dikelola,
Baca Juga: Soal Family Office, Menteri Suharso: Kasihan Sri Mulyani Harus Kasih Insentif Lagi "Jadi dananya nanti akan ini disisihkan, kemudian diinvestasikan oleh
fund manager.
Family office juga bukan fund manager yang langsung berinvestasi," kata dia, Sebelumnhya, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara meminta pemerintah mempertimbangkan secara mendalam sebelum membuka peluang masuknya
family office. Hal ini terkait sejumlah hal, misalnya terkait potensi Indonesia yang hanya dijadikan sebagai suaka pajak dan tempat pencucian uang. Kemudian pertimbangan dalam mendorong pajak kekayaan untuk menurunkan ketimpangan. Bhima mengatakan, ide menarik minat
family office dari keluarga super kaya bertolak belakang dari hasil survei yang menunjukkan 86% masyarakat di Indonesia mendukung pemberlakuan pajak kekayaan/
wealth tax. Bahkan diantara negara G20 lain, dukungan responden soal pajak kekayaan Indonesia tertinggi.
Baca Juga: Penerapan Family Office Belum Tentu Beri Dampak Ekonomi "Jika pemerintah justru mendorong
family office yang bebas pajak maka ini bisa menyulitkan pemerintah dalam mengungkap, menyidik dan memajaki orang kaya," ujar Bhima kepada Kontan, Senin (1/7). Kemudian yang jadi kekhawatiran, investasi
family office tidak masuk ke sektor riil seperti pembangunan pabrik. Melainkan hanya diputar di instrumen keuangan seperti pembelian saham dan surat utang. "Jadi dampak ke perputaran ekonomi juga terbatas," tandas Bhima. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto