Pemerintah beri fasilitas bagi perusahaan publik untuk tumbuhkan investasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi serta daya saing, terlebih dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global, pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ada beberapa ekspektasi dalam penerapan Omnibus Law, meliputi menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan, mengefisienkan proses perubahan atau pencabutan peraturan perundang-undangan, dan menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: AEI harap insentif pajak bisa menarik investor asing menanamkan modal di Indonesia.


“Berdasarkan pembahasan, telah diidentifikasi sebanyak 11 kluster, 82 UU, dan 1194 pasal yang akan terdampak oleh Omnibus Law,” katanya saat Seminar Ekonomi Indonesia dalam Era Kepemimpinan Baru dalam rangka HUT Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) ke-31, di Bursa Efek Indonesia, Selasa (17/12).

Adapun substansi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mencakup 11 klaster, misalnya saja penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM, serta kemudahan berusaha.

Klaster terkait perusahaan publik atau emiten meliputi Penyederhanaan perizinan Berusaha yang pada substansinya ingin menyederhanakan perizinan. Kemudian, klaster Persyaratan Investasi, yang mana menetapkan priority list atas bidang usaha yang didorong untuk investasi dengan kriteria berteknologi tinggi, investasi besar, berbasis digital, dan padat karya.

Baca Juga: Babat perda penghambat investasi, pemda juga siapkan omnibus law

Sedangkan untuk substansi Omnibus Law Perpajakan yang menyangkut 6 pilar meliputi pendanaan investasi, sistem teritori, subjek pajak orang pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadilan iklim berusaha, dan fasilitas.

Ia menambahkan, secara bertahap Omnibus Law ini akan menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) sampai 20% dalam 2 hingga 3 tahun ke depan. “Khusus untuk perusahaan go public akan diberikan pengurangan sebesar 3%, jadi ultimatenya 17% dalam waktu lima tahun. Sesudah lima tahun akan kembali ke tarif normal. Diharapkan ini akan mendorong perusahaan menjadi lebih transparan,” tutur Airlangga.

Dalam paparannya, ia menjelaskan Pasar modal Indonesia berkontribusi 47% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2018 dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp6920 Triliun. 

Baca Juga: DPR sahkan 248 Undang-Undang Prolegnas 2020-2024, berikut rinciannya

Akan tetapi, nilai ini masih rendah ketimbang dengan negara-negara Asia lainnya seperti Vietnam yang berkontribusi 52% terhadap PDB, Thailand sebesar 98% terhadap PDB, Malaysia 113% terhadap PDB, dan Singapura 189% terhadap PDB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .