Pemerintah beri insentif industri farmasi lokal



JAKARTA. Pemerintah akan memberikan insentif kepada industri farmasi lokal untuk menurunkan harga obat yang beredar di masyarakat. Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan Bahdar Johar Hamid mengatakan, bantuan ini merupakan rencana pemerintah untuk mengurangi impor bahan baku obat industri farmasi lokal. Pasalnya, bahan baku menguasai sebesar 35% dari harga sebuah obat. "Indonesia masih mengimpor 95% bahan baku yang membuat harga obat semakin mahal," ujar Bahdar di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Jumat (9/3).Ia mengatakan, insentif yang sudah bisa dinikmati ialah subsidi langsung 30% bagi perusahaan yang membeli alat kesehatan. Subsidi tersebut diatur oleh Kementerian Perindustrian yang tergabung bersama Kemkes dalam pokja nasional.Insentif lainnya yang bisa dinikmati ialah prioritas bagi obat yang dibuat dengan bahan baku lokal. Ini bertujuan agar industri farmasi lokal bisa mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor. Menurut Bahdar, pemerintah telah menyediakan anggaran sejumlah Rp15 miliar untuk bantuan langsung pembangunan tiga pabrik pengeringan ekstrak nasional. Selain itu, juga disediakan anggaran senilai Rp9 miliar untuk membangun pusat penanganan pascapanen obat herbal."Penanganan bahan obat herbal cukup sensitif," ujarnya.Ke depannya, kata Bahdar, Kemkes juga berencana memberikan insentif berupa pembebasan pajak PPN bagi industri farmasi lokal. Namun saat ini masih terkendala UU Pajak yang hanya membebaskan untuk vaksin HIV/AIDS.Dia juga menjelaskan, rencana insentif lainnya ialah akan menurunkan pajak impor bahan-bahan kimia dasar. "Bahan kimia dasar masih sangat dibutuhkan untuk industri bahan baku obat," ungkap Bahdar.Sementara itu untuk pembangunan industri farmasi, Kemkes akan menyediakan bunga bank yang lebih rendah. Hal ini bertujuan agar semakin banyak pembangunan, khususnya untuk mendukung ketersediaan bahan baku obat. "Kalau pembangunan menggunakan bunga bank biasa tentu sangat memberatkan," imbuh Bahdar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dadan M. Ramdan