KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan terus berupaya melakukan upaya-upaya maksimal untuk menyelamatkan satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur untuk kepentingan pertahanan negara. Mahfud menyebut, selama proses penyelesaian kontrak-kontrak dengan berbagai pihak, Pemerintah berhasil memperpanjang masa berlaku orbit satelit pada tahun 2018 di sidang International Telecommunication Union (ITU). Kemudian mendapat perpanjangan lagi dari ITU sampai tahun 2024 yang akan datang, dengan catatan harus ada kepastian, bahwa tahun 2024 slot orbit tersebut sudah benar-benar terisi dengan satelit.
“Dalam waktu dekat Menkominfo diundang lagi ke ITU untuk memastikan, bahwa kita masih akan memanfaatkan dan siapa, serta bagaimana, pengisian slot orbit tersebut,” kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/1). Mahfud mengungkapkan, pemerintah membawa masalah terkait satelit satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur ke ranah hukum melalui pembahasan yang mendalam dan berkali-kali. Sampai tiba saatnya pemerintah berhenti membahas secara berputar-putar tanpa ujung, dan meminta BPKP melakukan audit. Hasilnya, memang harus dibawa ke ranah hukum.
Baca Juga: Tingkatkan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara, Panglima TNI Temui Kepala BPKP “Kita, sekarang sedang mengagendakan upaya baru, untuk mempertahankan slot orbit 123 bujur timur di depan sidang ITU,” ucap Mahfud. Lebih lanjut Mahfud mengatakan, terkait penanganan kasus pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur di Kemhan, sejak tahun 2015-2016 yang kini diproses hukum, ia minta agar semua pihak menunggu proses hukum yang sedang berlangsung. Pemerintah menempuh langkah hukum setelah melalui pertimbangan mendalam dan komprehensif sampai akhirnya dilakukan Audit Tujuan Tertentu (ATT), bukan hanya audit reguler oleh BPKP. Hasilnya, ditemukan terjadi dugaan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan, yang kemudian merugikan keuangan negara dan berpotensi akan terus merugikan keuangan negara. Contohnya, pemerintah Indonesia telah membayar gugatan Avanti sebesar Rp 515 miliar, berdasarkan putusan Arbitrase di London pada tahun 2019. Saat ini (tahun 2021), Pemerintah Indonesia menerima tagihan lagi sebesar US$ 21 juta berdasarkan putusan Arbitrase Singapura, atas gugatan Navayo.
Baca Juga: Soal Kasus Satelit di Kemenhan, BPKP Telah Serahkan ATT ke Kejagung Padahal berdasar hasil audit yang dilakukan oleh BPKP, barang yang diterima dari Navayo sebagian besar diduga selundupan, karena tidak ditemukan dokumen Pemberitahuan Impor Barang di Bea Cukai. Sedangkan barang yang dilengkapi dengam dokumen hanya bernilai sekitar Rp 1,9 miliar, atau sekitar US$ 132.000. “Saya menghargai pendapat yang disuarakan oleh berbagai pihak, dengan segala pro dan kontranya. Saat ini kita ikuti saja proses hukum yang sedang berlangsung, sesuai dengan ketentuan hukum. Untuk sampai pada proses hukum ini kita sudah membahas dengan berbagai pihak terkait, bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi berkali-kali,” terang Mahfud. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi