JAKARTA. Tim evaluasi renegosiasi kontrak karya pertambangan batubara sudah terbentuk 10 Januari 2012 lalu. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Pertowidagdo mengatakan, tim itu akan mengevaluasi semua kontrak pertambangan batubara tak terkecuali dengan perusahaan tambang besar.Widjajono menjelaskan, evaluasi kontrak karya ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. "Jadi tidak perlu takut," katanya kepada KONTAN, Jumat (13/1).Menurutnya, ada tiga catatan menyangkut evaluasi kontrak karya pertambangan batubara. Pertama, soal bagi hasil penerimaan untuk pemerintah di sektor pertambangan batubara. Kedua, menyangkut masalah lingkungan. Ketiga, persoalan dengan masyarakat sekitar pertambangan. Widjajono menilai bagi hasil kontrak karya pertambangan batubara masih kecil untuk porsi pemerintah. Makanya untuk kedepannya, bagi hasil pertambangan mengacu pada sisi keekonomisan. "Kalau biaya cost eksplorasi tambang kecil, bagi hasil pemerintah harus lebih besar. Begitu sebalinya jika cost eksplorasi tambang besar, bagi hasil pemerintah bisa lebih kecil," katanya.Dia mengatakan, sejauh ini porsi bagi hasil yakni 40:60. Pemerintah dapat jatah 40%. "Nah, yang pukul rata semua ini yang jadi tidak adil," katanya.Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan ada 4000 kontrak karya pertambangan batubara yang bermasalah. Hal ini yang akhirnya menyebabkan penerimaan negara dari sektor pertambangan kurang maksimal. Di samping itu, potensi keuangan negara yang harusnya diterima kurang maksimal, terutama iuran produksi masih kurang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah bidik kontrak perusahaan tambang batubara besar
JAKARTA. Tim evaluasi renegosiasi kontrak karya pertambangan batubara sudah terbentuk 10 Januari 2012 lalu. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Pertowidagdo mengatakan, tim itu akan mengevaluasi semua kontrak pertambangan batubara tak terkecuali dengan perusahaan tambang besar.Widjajono menjelaskan, evaluasi kontrak karya ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. "Jadi tidak perlu takut," katanya kepada KONTAN, Jumat (13/1).Menurutnya, ada tiga catatan menyangkut evaluasi kontrak karya pertambangan batubara. Pertama, soal bagi hasil penerimaan untuk pemerintah di sektor pertambangan batubara. Kedua, menyangkut masalah lingkungan. Ketiga, persoalan dengan masyarakat sekitar pertambangan. Widjajono menilai bagi hasil kontrak karya pertambangan batubara masih kecil untuk porsi pemerintah. Makanya untuk kedepannya, bagi hasil pertambangan mengacu pada sisi keekonomisan. "Kalau biaya cost eksplorasi tambang kecil, bagi hasil pemerintah harus lebih besar. Begitu sebalinya jika cost eksplorasi tambang besar, bagi hasil pemerintah bisa lebih kecil," katanya.Dia mengatakan, sejauh ini porsi bagi hasil yakni 40:60. Pemerintah dapat jatah 40%. "Nah, yang pukul rata semua ini yang jadi tidak adil," katanya.Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan ada 4000 kontrak karya pertambangan batubara yang bermasalah. Hal ini yang akhirnya menyebabkan penerimaan negara dari sektor pertambangan kurang maksimal. Di samping itu, potensi keuangan negara yang harusnya diterima kurang maksimal, terutama iuran produksi masih kurang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News