Pemerintah bisa naikkan harga BBM tanpa restu DPR



JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyepakati Undang-Undang (UU) APBN 2013 meski sempat diwarnai interupsi dari Fraksi PDI Perjuangan yang tidak menyetujui pasal 8 ayat 10. Dengan disetujui pasal itu, pemerintah bisa menaikkan harga bahan bakar bersubsidi bila terjadi penyimpangan dari asumsi ekonomi makro tanpa restu DPR.Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengaku selama ini kewenangan menyesuaikan harga BBM telah dimiliki oleh pemerintah. Sehingga, "Kalau kondisi APBN sudah tidak lazim atau tidak normal karena perubahan asumsi makro atau parameter di dalamnya, maka pemerintah dimungkinkan melakukan penyesuaian harga energi," katanya usai sidang paripurna DPR, Selasa (23/10).Agus belum mau mengungkapkan lebih lanjut parameter seperti apa yang menjadi patokan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi. Dia juga belum mau membeberkan skema penyesuaian harga BBM bersubsidi jika terjadi deviasi asumsi ekonomi makro. Yang jelas, kata dia, mekanisme penyesuaian harga BBM nantinya akan diserahkan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).Anggota Fraksi PDI Perjuangan Arya Bima mengatakan pasal 8 ayat 10 UU APBN 2013 tidak memenuhi asas kejelasan dan keterbukaan dalam pembentukan Undang-undang. "Untuk itu saya minta pasal ini dihapus," ungkapnya.Dalam sidang paripurna kali ini, DPR juga mengabulkan usulan pemerintah untuk menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 15% secara bertahap untuk pelanggan di atas 900 VA. Fraksi PKS mengajukan catatan keberatan (minderheit nota) atas kebijakan kenaikan TTL untuk pelanggan 1.300 VA.Agus bilang, kenaikan TTL yang telah disepakati sebesar 15% akan dilakukan secara bertahap tiap tiga bulan. Mekanisme selanjutnya akan diserahkan kepada Kementerian ESDM dan mekanisme yang akan dipilih kemudian akan diumumkan oleh pemerintah.Menurut Agus, anggaran subsidi di Indonesia memiliki porsi yang cukup besar ketimbang porsi anggaran untuk belanja lainnya. Dalam APBN 2013 anggaran subsidi energi dan non energi disepakati sebesar Rp 317,2 triliun yang terdiri dari belanja subsidi energi sebesar Rp 274,7 triliun dan subsidi non energi sebesar Rp 42,5 triliun.Untuk subsidi energi, rinciannya subsidi BBM, LPG tabung 3 kg, dan LGV sebesar Rp 193,8 triliun dengan volume sebesar 46,01 juta kilo liter, dan subsidi listrik sebesar Rp 80,9 triliun, termasuk pembayaran kekurangan subsidi tahun 2011 hasil audit BPK sebesar Rp 2 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can