KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menyebut pengklasifikasian sejumlah komoditas sebagai mineral kritis sangat penting untuk pengelolaan mineral di dalam negeri khususnya untuk mendukung program hilirisasi. Asal tahu saja, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM No 296.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Penetapan Jenis Komoditas yang Tergolong Dalam Klasifikasi Mineral Kritis. Aturan ini ditetapkan pada 14 September 2023. Di dalamnya terdapat 47 mineral yang termasuk dalam mineral kritis. Ketua Umum (Ketum) Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menjelaskan, beberapa negara lain sudah terlebih dahulu melakukan pengklasifikasian mineral kritis.
“Dengan penetapan tersebut akan berdampak kepada pengelolaan mineral kritis, mulai dari eksplorasi untuk menemukan cadangannya, penambangan dan pengolahan dan pemakaiannya serta pemasaran,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (25/9).
Baca Juga: Klasifikasi Mineral Kritis Diharapkan Stabilkan Pasokan Bahan Baku untuk Smelter Berdasarkan terapan di negara lain, Rizal memaparkan, ada negara tertentu yang melarang mineral kritis untuk diekspor ke negara lain karena mengutamakan kepentingan strategis dalam negerinya. Dengan demikian pengusahaan mineral kritis juga akan diatur sedemikian rupa sehingga negara akan mendapatkan manfaat. “Mineral kritis juga akan menentukan strategi dan ketahanan suatu negara,” ujar Rizal. Selain itu, pengaturan ekspor mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral kritis bisa dilakukan dengan adanya aturan ini. Pemerintah bisa mengutamakan kepentingan dalam negeri karena sifatnya yang penting bagi kebutuhan dalam negeri. Juga penting dalam arti pertahanan dan ketahanan negara. Sebelumnya, Direktur Program Mineral dan Batubara, Tri Winarno menjelaskan mineral kritis biasa digunakan sebagai bahan baku industri pembuatan panel surya, turbin angin, dan industri baterai yang digunakan untuk kendaraan listrik, dan juga storage untuk pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT).
Baca Juga: Pasir Kuarsa Diklasifikasikan Sebagai Mineral Kritis “Mineral kritis juga memiliki nilai yang sangat tinggi karena sulit ditemukan, diekstraksi dalam jumlah yang ekonomis, serta tidak mudah digantikan dengan logam atau bahan lain,” ujarnya dalam side event ASEAN Energy Business Forum (AEBF) bertajuk ‘Critical Minerals: Opportunities And Challenges For ASEAN’ di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Jumat (25/8). Dengan vital dan tingginya nilai mineral kritis tersebut, Tri mengatakan, kebutuhan mineral kritis akan meningkat secara signifikan. Sehingga timbul menjadi suatu tantangan dalam hal penyediaan pasokan mineral kritis di tingkat global. “Tantangan lainnya adalah bagimana kita dapat eksplorasi lebih jauh sumber daya mineral kritis yang ada, dengan konfigurasi geologi di Kawasan ASEAN,” ujar Tri.
Baca Juga: Punya Rekam Jejak Baik, PT Dahana Pede Masuk Pasar Pertambangan di Australia Menurut Tri, hilirisasi mineral di ASEAN juga menjadi tantangan lain di mana negara-negara ASEAN harus menguasai teknologi pemurnian mineral untuk membantu pengembangan hilirisasi di masa depan.
Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan bahwa MIND ID selaku Holding BUMN industri pertambangan di Indonesia, ditugaskan pemerintah untuk mengelola dan hilirisasi sumber daya mineral mineral, serta menjadi bagian dalam transisi energi, dengan menjaga rantai pasok komoditas yang dihasilkan dari mineral kritis, yang merupakan bahan baku dalam pengembangan EBT. Oleh karena itu, tantangan yang ada dalam pengelolaan mineral kritis harus bisa dijadikan peluang besar untuk mewujudkan ketahanan energi ke depan. “Dalam menghadapi tantangan geografis dan teknologi dari mineral kritis dan ekonomi sirkular untuk ekstraksi total, kolaborasi dan/atau aliansi negara-negara yang kaya akan mineral dan teknologi diperlukan untuk membangun industri energi bersih yang tangguh dan berkelanjutan,” pungkas Hendi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli