Pemerintah Cabut Pencekalan Pengusaha Batubara



JAKARTA. Ada kabar baik bagi pengusaha batubara yang namanya masuk dalam daftar pencekalan terkait kasus dugaan tunggakan pembayaran royalti batubara. Seorang pejabat pemerintah yang enggan disebutkan namanya bilang, pemerintah telah memutuskan mencabut pencekalan terhadap pimpinan dan atawa pemegang saham lima perusahaan batubara yang diduga menunggak. "Pencekalan dicabut karena pemerintah melihat ada niat baik dari pengusaha untuk menyelesaikan kewajibannya dan hal ini sesuai dengan aturan perundangan," ucapnya kepada KONTAN, Rabu (8/10).Sumber KONTAN ini mengatakan, dalam waktu yang tak lama lagi pemerintah bakal mengumumkan pencabutan pencekalan tersebut kepada publik dan pihak yang bersangkutan.Sekadar mengingatkan, beberapa waktu lalu pemerintah mencekal 14 eksekutif puncak enam perusahaan batubara karena perusahaan milik mereka diduga menunggak pembayaran royalti batubara sampai sebesar Rp 7 triliun. Sedianya, pencekalan berlaku enam bulan yakni sejak 1 Agustus 2008 sampai 27 Januari 2009. Adapun keenam perusahaan batubara yang masuk ke dalam generasi pertama itu adalah PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, PT Berau Coal, PT Adaro Indonesia, dan PT BHP Kendilo Coal.     Ketua Umum Asosiasi Batubara Nasional Jefri Mulyono yang dihubungi KONTAN mengaku sudah mendapat kabar tersebut dari pemerintah. Tak pelak, langkah tersebut disambut baik. "Sudah ada komitmen bersama untuk menyelesaikan tunggakan itu jadi tinggal dilanjutkan saja prosesnya," kata Jefri.Sayangnya, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan Hadiyanto belum berhasil dihubungi KONTAN untuk konfirmasi mengenai hal ini. Sementara itu, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Didi Widayadi pun enggan berkomentar mengenai pencabutan pencekalan ini. Tapi, menurutnya, berdasarkan UU Kekayaan Negara, pemerintah mempunyai kewenangan untuk meninjau kembali putusan pencekalan yang telah dibuat dengan mempertimbangkan itikad baik. "Mungkin saja dilakukan pencabutan tapi soal itu merupakan domainnya Departemen Keuangan. Dicabut atau tidaknya pencekalan, BPKP terus melanjutkan proses auditnya," kata Didi.Hanya saja, setelah lima dari enam perusahaan yang diduga menunggak pembayaran royalti menyetorkan uang sebesar Rp 600 miliar sebagai komitmen pembayaran jaminan royalti, Hadiyanto sempat mengatakan pemerintah bakal melihat secara mendalam aturan pencekalan ini.Mengenai proses audit, Kepala BPKP Didi Widayadi mengatakan, BPKP hampir merampungkan audit terhadap pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) oleh keenam perusahaan mulai dari tahun 2001 hingga 2008. "Audit PPN sebentar lagi selesai dan audit pembayaran pajak penjualan (PPn) tahun 1983 hingga 2008 masih tahap audit karena datanya banyak terdapat di Kalimantan. Kami perkirakan akan selesai dalam tahun ini juga," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: