Pemerintah cermati risiko penerbitan Euro Bond



JAKARTA. Meski memperbesar penerbitan surat berharga negara (SBN) berdenominasi euro (Euro Bond) menjadi salah satu alternatif pemerintah, jika global sukuk tak sesuai harapan, pemerintah tetap mencermati risiko penerbitan Euro Bond pada tahun ini. Risiko itu terutama soal geopolitik di Eropa.

Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Schneider Siahaan mengatakan, risiko tersebut datang dari Yunani.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengkhawatirkan kondisi negeri para dewa tersebut. Sebab, rasio utang Yunani mencapai hampir 200% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sementara, defisit fiskal Yunani ada di kisaran 4,2% dari PDB. Dengan defisit fiskal yang melebihi 3% dari PDB tersebut, Yunani tak mungkin tetap berada di Uni Eropa.


"Orang melihat nanti Indonesia kan negara yang selevel sama dia, nanti Indonesia jadi terkena dampak. Orang lepas paper, persepsinya nanti jangan-jangan nanti negara berkembang sama seperti itu (Yunani) kejadiannya," kata Scenaider, Senin (27/2).

Tak hanya itu, kondisi geopolitik lainnya yang menjadi pertimbangan pemerintah, adalah pemilihan presiden yang terjadi di beberapa negara Eropa pada tahun ini. Belanda akan melangsungkan pemilihan presiden pada Maret, lalu Prancis April dan Mei, serta Jerman pada Oktober mendatang.

Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah akan mempertimbangkan waktu penerbitan euro bond tahun ini. Sayangnya, ia masih belum memastikan kapan SBN valas tersebut akan diterbitkan.

Namun, Schneider berharap, besaran yang diterbitkan tahun ini minimal sama dengan tahun lalu yang sebesar € 3 miliar. "Kalau lebih bagus, harganya juga lebih bagus, lebih menarik," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini