JAKARTA. Pemerintah sudah mulai melakukan proses pra studi kelayakan untuk merealisasikan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. Proyek berskema public private partnership (PPP) ini merupakan garapan pemerintah bersama Japan Railway Technical Service (JARTS). Proyek ini membutuhkan investasi yang cukup besar hampir Rp 60 triliun. Dari nilai investasi tersebut, pemerintah hanya menyanggupi keterlibatan investasi maksimal 70% dari nilai proyek. Sementara sisanya akan diserahkan ke swasta. Bastary Panji Indra, Direktur Kerjasama Pemerintah Swasta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mengatakan, nilai investasi yang direncanakan tersebut bisa saja membengkak lagi setelah studi kelayakan. Namun, pemerintah akan mencoba mencari skema lainnya untuk mengurangi kontribusi pemerintah dalam proyek tersebut. “Harus dicari cara lagi bagaimana supaya kontribusi pemerintah berkurang,” ujarnya, Senin (19/3).
Bastary menjelaskan, proyek ini masuk dalam proyek Metropolitan Priority Area (MPA) dan menggunakan sebagian dana APBN. Proyek yang akan menghubungkan Jakarta dan Bandung ini ditargetkan selesai pada 2020 mendatang. Rencananya, dengan kereta api super cepat ini, Jakarta-Bandung akan bisa ditempuh dengan waktu 45 menit saja. Dalam hitung-hitungan Bappenas, total investasi pembangunan jalur kereta api cepat ini minimal sebesar Rp 56 triliun. Rinciannya, pekerjaan sipil sebesar Rp 24 triliun, pembangunan jalur rel senilai Rp 4 triliun, rolling stock Rp 4 triliun, akuisisi lahan Rp 2 triliun, dana kontingensi Rp 3 triliun, serta sisanya untuk kepentingan biaya konstruksi lainnya dan pajak.