KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) Salamudin Daeng meminta pemerintah dan DPR berhati-hati dalam membahas power wheeling karena berisiko mengerek tarif listrik di Tanah Air. “Banyak yang berkepentingan dengan isu power wheeling. Misalnya kepentingan asing yang ingin menguasai sektor ketenagalistrikan dengan mendapat pinjaman transmisi yang dimiliki oleh negara. Dengan demikian, tarif listrik bisa berisiko naik,” katanya dalam keterangannya kemarin Salamudin menjelaskan bahwa pihak swasta tidak mampu membangun jaringan sendiri karena biayanya yang tinggi. Oleh karena itu, mereka berupaya menerapkan power wheeling agar dapat menggunakan jaringan negara tanpa harus berinvestasi langsung untuk menjual listrik dari pembangkit mereka kepada konsumen.
Baca Juga: Izin Tambang Freeport Diperpanjang, Pengamat: Berpotensi Maladministrasi Dia mengkritik konsep power wheeling karena dianggap dapat mengurangi peran negara dalam menjaga kedaulatan energi, sementara secara undang-undang, isu ketenagalistrikan seharusnya terintegrasi dan dikuasai oleh negara demi kepentingan rakyat. Lebih lanjut, Salamudin mencatat adanya risiko tambahan beban APBN yang dapat muncul akibat potensi penambahan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik sebagai konsekuensi dari masuknya pembangkit listrik dari skema power wheeling, terutama yang bersumber dari energi terbarukan yang bersifat intermiten. Selain itu, dia menyoroti kondisi oversupply listrik di Tanah Air. Bahkan, untuk kelebihan listrik sebesar 1 Gigawatt (GW), biaya kompensasi atas konsekuensi skema Take or Pay yang harus dikeluarkan oleh para pembayar pajak bisa mencapai Rp3 triliun per GW.