Pemerintah dan industri bertanggungjawab kembangkan kakao



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia merupakan produsen terbesar ketiga kakao di dunia. Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kemtan) produksi kakao Indonesia tahun 2017 sebesar 872.000 ton dan diproyeksikan meningkat 5% pada 2018 menjadi 916.000 ton. Meski demikian, pengembangan produksi kakao cenderung turun dan berpotensi merosot tajam bila tak segera diselamatkan.

Mantan Direktur Jenderal Perkebunan Kemtan dan Pengamat Perkebunan Gamal Nasir mengaku prihatin dengan  kondisi tanaman kakao saat ini. Meski saat ini produksi kakao meningkat, tapi menurutnya tidak lagi signifikan. Hal itu disebabkan minimnya perhatian pemerintah dalam mengembangkan produk andalan ekspor Indonesia ini. Sebab sejauh ini, baru sekitar 30% saja perkebunan kakao milik masyarakat yang menikmati bantuan. 

"Kami mendesak agar pemerintah serius menangani pengembangan perkebunan kakao karena dari total 1,7 juta hektar lahan perkebunan kakao, sekitar 90% merupakan perkebunan milik rakyat," ujarnya Gamal, Jumat (14/12).


Gamal menuturkan, saat ini, sudah terdapat 526.061 hektar lahan perkebunan kakao yang rusak dan mendesak untuk direhabilitasi.

Selain pemerintah, Gamal mendesak pelaku usaha industri pengolahan kakao juga terlibat aktif dalam mengembangkan produksi kakao. Ia menilai, selama ini, kontribusi industri kakao terhadap pengembangan perkebunan kakao baru sebatas charity (amal). "Ada kesan pembinaannya dalam skala terbatas dan untuk kelompok tani yang telah maju saja,"tandasnya.

Sekretaris Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan Andi Ardin Tjatjo mengatakan, sebagai salah satu provinsi produsen kakao, pihaknya telah menjadikan peningkatkan produksi perkebunan kakao rakyat sebagai prioritas. "Selain itu, kami juga fokus pada peningkatan sumber daya manusia (SDM) agar pengembangan kakao lebih berkelanjutan,"tandasnya.

Bupati Pesawaran, Provinsi Lampung Dendi Ramadhona menambahkan, sebagai salah satu penghasil kakao, mereka juga mengembangkan klusterisasi kakao agar berdampak pada pengembangan komoditas kakao di Lampung. "Klusterisasi kakao kami lakukan di lahan seluas 656 hektar di Ungai Langka dan Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Lampung," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli