Pemerintah dan PLN diminta batalkan rencana pembangunan sembilan PLTU



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) diminta untuk memembatalkan rencana pembangunan sembilan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa –Bali. Kesembilan PLTU tersebut saat ini sudah masuk ketahapan Power Purchasment Agrement (PPA) atau Jual Beli tenaga Listrik (PJBL).

Sembilan PLTU itu diminta tidak dimasukan ke dalam Revisi Rencana Usaha Pengembangan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018 – 2026. Pasalnya, jika itu jadi dibangun, maka reserve margin atau surplus listrik di Jawa – Bali akan semakin meningkat dari yang tadinya tahun 2017 yakni 30% bisa meningkat sampai 71%.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Break Free Coal Indonesia, Hindun Mulaika mengatakan, pembangunan Sembilan PLTU Jawa – Bali merupakan asumsi PLN yang meleset. Sebab, dalam RUPTL 2017 – 2025 PLN masih menggunakan asumsi pertumbuhan penjualan listrik sekitar 7,2%. Nyatanya, realisasi lima tahun terakhir penjualan listrik hanya mencapai 4,4%.


“Jika pemerintah melanjutkan pembangkit baru ini akan menjadi sebuah masalah besar,” terangnya saat Konfrensi Pers, di Hotel Sofyan Betawi, Jakarta, Jumat (19/1).

Masalah besar yang dimaksud Hindun ialah, akan adanya surplus listrik sebesar 71% yang akan memberatkan PLN. Pasalnya, berapapun surplus listrik atau kelebihan listrik yang ada, PLN tetap harus membeli listrik yang sudah tersedia dari pengembang swasta atau Independent Power Producer (IPP).

Adapun Sembilan PLTU yang dimaksud untuk dibatlkan di ataranya: PLTU Jawa 5 di Suralaya, Banten, berkapasitas 2.000 MW. PLTU Jawa 6 berlokasi di Cikarang, Jawa Barat berkapasitas 1.000 Megawatt (MW). PLTU Jawa 8 di Cilacap Jawa Tengah berkapasitas 1.000 MW. PLTU Jawa 9 & 10 di Cilegon, Banten, berkapasitas 2.000 MW.

Lalu, PLTU Indramayu 1.000 MW. PLTU Cirebon 2 berkapasitas 2.000 MW. PLTU Tanjung Jati B di Jawa Tengah berkapasitas 2.000 MW. PLTU Tanjung Jati A berkapasitas 1.320 MW. Dan PLTU Celukan Bawang di Bali berkapasitas 660 MW.

Hindun menambahkan, bahwa Sembilan PLTU itu sudah masuk kedalam RUPTL 2018 – 2026 yang diajukan oleh PLN kepada Kementerian ESDM pada akhir tahun 2017.

“Pak Jonan (Menteri ESDM) harus mengambil langkah yang berani, kalau tidak bisa menggoyangkan keuangan Negara, bahwa ini waktunya melakukan revisi dan menghapus sembilan PLTU batubara itu dalam Revisi RUPTL,” tandasnya.

Kerugian investasi sekitar US$ 26 miliar

Sementara Peneliti Auriga Nasional, Ikbal Damanik mengatakan, jika sembilan proyek ini tetap berjalan, maka akan ada kerugian investasi sebesar US$ 26 miliar atau setara Rp 350 triliun.

“Jadi surat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang ditujukan kepada PLN itu benar. Apabila sembilan proyek ini dilanjut akan mubazir dan membuat keuangan negara terbuang sia-sia lewat pinjaman investasi,” kata Ikbal.

Manajer Kampanye Energi dan Perkotaan Eksekutif Nasional Walhi, Dwi Sawung bilang, saat ini reserve margin Jawa – Bali 37% sesuai dengan pernyataan PLN dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII). Maka, dilihat dari itu tidakperlu lagi ada pembangunan PLTU di Jawa – Bali.

“Kalau dilihat, PLTU yang sudah di PPA itu, 86% itu harus dibeli listriknya oleh PLN. Jika listrik itu tidak terpakai PLN tetap harus membayar,” tandasnya.

Sementara ketika dikonfrmasi, Direktur Utama PLN, Sofyan Basir menerangkan, saat ini revisi RUPTL 2018 – 2026 masih terus dibahas dengan Kementerian ESDM dan sudah tiga kali dibahas. “Sedikit sekali yang direvisi, ada kapasitas saja yang dikurangi di 2028 karena neraca daya dan memang demaind-nya belum menyerap,” kata Sofyan kepada Kontan.co.id, Jumat (19/1).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini