JAKARTA. Pemerintah mendorong perkebunan sawit harus memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk bisa menembus pasar internasional, secara khusus pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pasalnya, sertifikat ISPO dinilai sudah cukup menjadi acuan global bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah dikelola secara berkelanjutan. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah Mahmud mengatakan, ISPO sebagai standar global sangat diperlukan agar sawit Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. ISPO juga dapat digunakan untuk menangkal kampanye negatif terhadap sawit Indonesia. "Kita tidak bisa memenangi persaingan di pasar global, tanpa mengikuti standar internasional seperti ISPO," ujar Musdhalifah, Rabu (26/4). Musdalifah menjelaskan, kebutuhan minyak sawit mentah (CPO) nasional sebenarnya hanya 6 juta ton, tetapi Indonesia memproduksi sampai 33 juta ton. Artinya, ada selisih antara produksi dan kebutuhan itu bisa untuk meningkatkan kesejateraan rakyat. Hanya saja, Indonesia harus mengikuti standar internasional agar harganya kompetitif. "Sawit yang kita tanam namun tidak mengikuti standar internasional, harganya pasti jatuh,” paparnya.
Pemerintah desak produsen sawit kantongi ISPO
JAKARTA. Pemerintah mendorong perkebunan sawit harus memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk bisa menembus pasar internasional, secara khusus pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pasalnya, sertifikat ISPO dinilai sudah cukup menjadi acuan global bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah dikelola secara berkelanjutan. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah Mahmud mengatakan, ISPO sebagai standar global sangat diperlukan agar sawit Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. ISPO juga dapat digunakan untuk menangkal kampanye negatif terhadap sawit Indonesia. "Kita tidak bisa memenangi persaingan di pasar global, tanpa mengikuti standar internasional seperti ISPO," ujar Musdhalifah, Rabu (26/4). Musdalifah menjelaskan, kebutuhan minyak sawit mentah (CPO) nasional sebenarnya hanya 6 juta ton, tetapi Indonesia memproduksi sampai 33 juta ton. Artinya, ada selisih antara produksi dan kebutuhan itu bisa untuk meningkatkan kesejateraan rakyat. Hanya saja, Indonesia harus mengikuti standar internasional agar harganya kompetitif. "Sawit yang kita tanam namun tidak mengikuti standar internasional, harganya pasti jatuh,” paparnya.