Pemerintah Didesak Segera Atasi Masalah Minyak Goreng



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kisruh harga dan pasokan minyak goreng yang tak kunjung turun masih belum reda. Berbagai alasan yang disampaikan oleh Kementerian Perdagangan dinilai justru menambah ketidakpastian bagi masyarakat. 

Kebijakan minyak goreng satu harga dengan memberikan subsidi melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dimana harga minyak goreng dipatok Rp 14 ribu per liter dianggap hanya menambah masalah saja.

Wakil Ketua Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih menilai Menteri Perdagangan kerap mengubah kebijakan tanpa memikirkan output dan outcome yang jelas. Pria yang akrab dipanggil Demer ini bilang perubahan kebijakan secara beruntun tidak hanya menyulitkan penerapannya di lapangan, tetapi juga berpotensi  menyebabkan kerugian negara yang cukup signifikan.


“Sudah harga minyak goreng mahal, kebijakan berubah terus dan operasi pasar tidak berjalan dengan baik,” tukas Demer dalam keterangannya, Senin (7/2). Ia pun menilai presiden dan menko perekonomian harus segera memanggil menteri perdagangan.

Baca Juga: Catatkan Kenaikan Ekspor 30%, STP Terus Tingkatkan Kualitas Produk Perikanan

Di sisi lain, peneliti senior LPEM FEB-UI Mohamad Revindo menilai pemerintah tidak cukup hanya menunggu produsen dan distributor menjalankan kebijakan. Langkah keras ataupun tangan besi melalui pengawasan hingga penjatuhan sanksi harus dilakukan. 

“Kementerian Perdagangan seharusnya menjalankan operasi distribusi secara menyeluruh di titik-titik yang teridentifikasi sangat kekurangan pasokan dengan pengawasan yang super ketat, tidak serta-merta menerima alasan para produsen dengan begitu saja,” katanya. 

Seperti diberitakan, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sempat mengemukakan bahwa kenaikan harga CPO dan minyak goreng didorong oleh adanya subsidi pada sektor produksi biofuel B30. Padahal, penggunaan CPO untuk program B30 ini hanya menggunakan sekitar 7,3 juta liter, dan untuk minyak goreng tersedia sekitar 32 juta liter. 

Kenaikan harga minyak goreng sejak tiga bulan lalu dinilai sudah bisa diprediksi karena harga CPO atau minyak sawit mentah di pasar global terus meningkat.

Baca Juga: Polbangtan Kementan Jadikan BPP Kostratani Lumbung Petani Milenial

Peneliti senior dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal pun menilai pemerintah harus menerapkan kebijakan special treatment terhadap pasar dalam negeri. "Semestinya pemerintah ada kebijakan yang memang memprioritaskan suplai di dalam negeri dulu, baru kemudian ekspor," kata dia.

"Kalau sekarang kan treatment-nya sama. Apalagi sekarang harga di internasional lebih tinggi, jadi otomatis para produsen CPOakan terdorong untuk menyuplai ke luar negeri dibandingkan ke dalam negeri," kata Faisal. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi