Pemerintah digugat Churchill, SBY turun tangan



JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaruh perhatian khusus pasa sengketa arbitrase pemerintah Indonesia melawan perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining Plc.

SBY berharap, pemerintah mampu memenangkan sengketa tambang batubara yang ada di Kutai Timur tersebut. "Kami akan respons dengan baik," kata SBY menanggapi soal arbitrase Indonesia lawan Churchill pada sidang kabinet, Kamis (28/6).

SBY khawatir, jika dalam sengketa arbitrase itu pemerintah kalah, maka akan memberikan implikasi serius kepada Indonesia. "Saya berharap menang, karena saya tidak ingin perusahaan multinational corporation melakukan apa saja dengan kekuatan internasionalnya untuk menekan negara berkembang seperti Indonesia," tegas SBY.


Dirinya menyatakan, pemerintah Indonesia berada pada posisi yang benar. Oleh sebab itu, pihaknya wajib mempertahankan kebenaran itu. "Ini prinsip, Saya akan dengarkan seluk-beluk, apa yang terjadi, sehingga Indonesia bisa memenangkan proses peradilan itu," tegasnya.

Sebagai informasi, Churchill Mining mengajukan upaya hukum arbitrase ke mahkamah international. Dalam arbitrase itu, Churchill menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Indonesia senilai US$ 2 miliar.

Perusahaan tambang asal Inggris itu mengaku telah dirugikan pemerintah soal adanya tumpang tindih izin pertambangan batubara di Kutai, Kalimantan Timur.

Gugatan dari Churchill telah sampai ke International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) pada 22 Mei lalu. Kemudian tanggal 30 Mei, ICSID mengirim pemberitahuan kepada Presiden Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Kehutanan, Menteri Luar Negeri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Bupati Kutai Timur.

Churchill Mining Plc menuding, pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menyita aset miliknya tanpa adanya kompensasi yang layak. Churchill Mining juga berupaya melakukan negosiasi masalah ini sejak dua tahun silam..

Churchill Mining Plc mulai eksplorasi batubara sejak tahun 2008. Perusahaan tambang ini terjun ke Kalimantan dengan cara akuisisi 75% perusahaan lokal bernama Ridlatama Group, Quinlivan yang memperkirakan ada cadangan batubara sebesar 2,73 miliar ton.

Dengan cadangan itu, potensi penghasilan perusahaan bisa mencapai US$ 700 juta -US$ 1 miliar per tahun, dalam 20 tahun ke depan.

Tetapi naas, empat izin usaha pertambangan (IUP) milik Ridlatama itu dicabut oleh daerah. Isran Noor, selaku Bupati Kutai Timur bilang, alasan pencabutan izin itu karena adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006–2008, yang mengindikasikan adanya IUP palsu.

Selain itu, empat konsesi eksplorasi tambang yang dilakukan Churchill tersebut juga berada di atas hutan produksi, sehingga harus ada izin dari Menteri Kehutanan. Nah, Menteri Kehutanan ternyata tidak pernah mengeluarkan izin tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri