Pemerintah Diminta Antisipasi Maladministrasi Data Bansos



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman RI menyatakan perlu adanya antisipasi untuk mencegah terjadinya maladministrasi data bantuan sosial (Bansos). Hal ini agar penyaluran bansos tepat sasaran untuk keluarga penerima manfaat (KPM).

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng mengatakan, problem tata kelola paling krusial dalam bansos adalah data. Sebab itu, data penerima bansos mesti selalu diperbaharui dan akurat.

"Benahi dulu jangan sampai terjadi maladministrasi data dalam artian kemudian menimbulkan berbagai dampak penyimpangan dan sebagainya karena datanya tidak akurat dan valid," kata Robert kepada Kontan.co.id, Kamis (21/7).

Baca Juga: Dana Bansos Bertambah Mekar di Tahun Politik

Setelah data, Robert meminta sistem distribusi bansos harus diperbaiki. Hal ini untuk menekan ketimpangan antar daerah.

"Jangan sampai bansos menimbulkan ketimpangan di masyarakat hanya karena tata kelola kita yang tidak beres terkait dengan data dan juga mekanisme distribusi," terang Robert.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah mengatakan, program perlindungan sosial (perlinsos) dibuat untuk beberapa tujuan. Antara lain menjaga daya beli keluarga miskin dan memperbaiki kualitas sumber daya manusia, khususnya dari keluarga kurang mampu. Terutama di bidang pendidikan dan kesehatan, serta mendorong kemampuan ekonomi keluarga miskin semakin membaik.

Mengacu pada tujuan tujuan tersebut, maka program perlinsos mensyaratkan harus tepat waktu dan sasaran.

"Saya masih melihat ada beberapa gap antara tujuan dan realisasi program perlinsos yang perlu terus diperbaiki," ucap Said.

Pertama, sumber data. Belum sepenuhnya mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai program satu data untuk keseluruhan program perlinsos, termasuk program program lainnya yang sesungguhnya bisa masuk klaster perlinsos.

Baca Juga: KSP: Perbaikan DTKS Jadi Upaya Agar Bansos Tepat Sasaran

"Tanpa data terpadu, maka peluang penerima program bisa bertumpuk, sebaliknya ada peluang yang seharusnya penerima manfaat malah tidak menerimanya," terang Said.

Kedua, DTKS perlu terus disempurnakan, diaktualkan seiring dengan dinamika demografi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kesigapan untuk penyempurnaan DTKS ini perlu terus diperbaiki dengan mendorong partisipasi aktif masyarakat di daerah.

Ketiga, beberapa metoda program perlinsos perlu disempurnakan. Misalnya saja program subsidi LPG dan BBM. Mekanisme subsidi LPG dan BBM masih berbasis pada komoditas bukan pada orang.

"Kondisi ini mengakibatkan ketidaktepatan sasaran penerima subsidi sangat besar. Harusnya penerima subsidi LPG dan BBM harus terintegrasi dengan DTKS," ucap Said.

Keempat, program subsidi pupuk dan benih ini perlu diperjelas tujuannya. Apakah untuk mendorong Ketahanan pangan atau lainnya. Ia menilai, program subsidi pupuk dan benih tidak mampu mendongkrak ketahanan pangan nasional.

Baca Juga: Sri Mulyani Soroti Pemda yang Salurkan Bansos Lebih Sedikit

"Program subsidi pupuk dan benih harus diperjelas orientasinya. Dan dalam hemat saya harus di arahkan sebagai bantalan program ketahanan pangan rakyat," pungkas Said.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa anggaran perlindungan sosial pada tahun 2023 akan mencapai Rp 432,2 triliun hingga Rp 441,3 triliun. Nilai ini sedikit lebih tinggi dari total anggaran perlindungan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 yang mencapai Rp 431,5 triliun.

"Jadi kalau tahun depan kita mendesain bansos di kisaran Rp 432,2 triliun hingga Rp 441,3 triliun, di mana pandemi unsurnya makin hilang, angka ini adalah angka yang sangat signifikan jauh lebih tinggi,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (31/5).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .