Pemerintah Diminta Benahi Regulasi dan Hukum di Sektor Kelapa Sawit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Sadino menyarankan agar pemerintah memperbaiki regulasi dan hukum untuk memastikan kestabilan industri minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). 

Menurutnya, regulasi dan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam dua tahun terakhir telah menyebabkan berbagai permasalahan dari hulu ke hilir, yang mengakibatkan industri sawit menjadi kurang kompetitif, bahkan di pasar domestik.

Sebelum itu, negara harus menegaskan bahwa sektor sawit adalah industri strategis dengan kontribusi besar bagi kesejahteraan masyarakat. 


Baca Juga: Tiga Perusahaan Sawit Jadi Tersangka Karena Kebijakan Minyak Goreng, Ini Kata Pakar

Mengingat peran swasta sebagai pengelola utama di sektor ini, harus dipahami bahwa kebijakan swasta dan pemerintah mendasarkan pada azas yang berbeda. Ini terlihat jelas, misalnya, dalam kasus dugaan korupsi minyak goreng.

"Swasta bertujuan memperoleh keuntungan, sementara tugas negara adalah melayani masyarakat, seperti dengan memberikan subsidi Bantuan Langsung Tunai untuk menjaga kepentingan publik," ujar Sadino dalam keterangannya, Rabu (20/9).

Sadino berpendapat bahwa negara seharusnya tidak memberlakukan sanksi kepada swasta berdasarkan audit dari Badan Pengawas Pembangunan dan Keuangan (BPKP) yang menunjukkan kerugian negara senilai Rp 6,47 triliun. Ia menegaskan bahwa keuntungan dan kerugian swasta harus dinilai melalui audit akuntan independen.

Baca Juga: Kunjungi POM Wilmar Group, Ketua OJK Sebut Kemitraan Sejahterakan Petani Sawit

Selanjutnya, ia mengungkapkan kekhawatirannya atas utang rafaksi minyak goreng negara sebesar Rp 344 miliar kepada pengusaha ritel. Jika tidak segera diselesaikan, ini dapat berdampak pada kekurangan pasokan minyak goreng di masyarakat, karena ritel tidak memiliki kepastian pembayaran.

Dia juga mengkritik kebijakan KLHK yang mengenai 3,3 juta hektar perkebunan sawit yang diduga berada di area hutan. Kebijakan ini merujuk pada UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yang mengatur tentang Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang hanya berlaku bagi perusahaan tertentu.

"Perkebunan sawit bukanlah pengguna kayu hasil IPK. Sehingga, tidak masuk akal jika perkebunan sawit diwajibkan membayar DR dan PSDH," tutur Sadino.

Baca Juga: Kejagung Telah Periksa 17 Saksi Penanganan Perkara Korporasi CPO

Sadino menekankan bahwa DR dan PSDH seharusnya hanya dikenakan kepada perusahaan yang memiliki izin usaha dalam pemanfaatan hasil hutan dan penggunaan kayu hasil IPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli