JAKARTA. Buruknya fasilitas infrastruktur dan sarana transportasi menjadikan masyarakat di daerah perbatasan harus menanggung biaya hidup yang lebih mahal. Sebab harga barang jauh lebih mahal ketimbang di pusat kota. Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) mendesak pemerintah memberi izin dagang masyarakat perbatasan untuk kulakan dari negara tetangga. Ketua Apegti Natsir Mansyur mencontohkan, di Kalimantan, perbatasan Indonesia-Malaysia, harga gula pasir lokal Rp 15.000 per kilogram (kg). Padahal, harga gula pasir di Malaysia hanya setara dengan Rp 9.000 per kg. Sebenarnya, ada perjanjian sosial ekonomi Malaysia–Indonesia (Sosekmalindo) sejak tahun 1985 yang menetapkan batas tata niaga perbatasan kedua negara sebesar 600 ringgit bagi setiap pemegang Pas Lintas Batas (PLB) per bulan dan mengenakan pajak impor yang melebihi kuota. Nyatanya, izin itu sering kali tak berlaku.
Pemerintah diminta benahi tataniaga di perbatasan
JAKARTA. Buruknya fasilitas infrastruktur dan sarana transportasi menjadikan masyarakat di daerah perbatasan harus menanggung biaya hidup yang lebih mahal. Sebab harga barang jauh lebih mahal ketimbang di pusat kota. Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) mendesak pemerintah memberi izin dagang masyarakat perbatasan untuk kulakan dari negara tetangga. Ketua Apegti Natsir Mansyur mencontohkan, di Kalimantan, perbatasan Indonesia-Malaysia, harga gula pasir lokal Rp 15.000 per kilogram (kg). Padahal, harga gula pasir di Malaysia hanya setara dengan Rp 9.000 per kg. Sebenarnya, ada perjanjian sosial ekonomi Malaysia–Indonesia (Sosekmalindo) sejak tahun 1985 yang menetapkan batas tata niaga perbatasan kedua negara sebesar 600 ringgit bagi setiap pemegang Pas Lintas Batas (PLB) per bulan dan mengenakan pajak impor yang melebihi kuota. Nyatanya, izin itu sering kali tak berlaku.