JAKARTA. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor energi akan lebih efektif jika dinaungi oleh satu instansi induk atau holding. Hal tersebut diungkapkan pakar ekonomi bisnis Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali Rabu (28/9) dalam rilis yang diterima KONTAN. Ia mengatakan, hampir semua negara memperkuat BUMN-nya dengan membentuk holding. Contohnya Singapura, Malaysia, Finlandia, Norwegia, dan Prancis. "Semua membentuk holding dalam satu kesatuan, tidak dipecah-pecah. Mana ada BUMN yang tidak pakai holding di dunia ini?" kata Rhenald. Dalam konteks itulah Rhenald mengingatkan, jika holding BUMN energi gagal dibentuk, Indonesia akan mengalami kerugian besar. "Indonesia akan kehilangan daya saing dengan bangsa-bangsa lain. Sebab bangsa lain bisa maju karena mereka menerapkan pola holding," urainya.
Selain kehilangan daya saing, kerugian lain adalah, harga gas tetap akan tinggi dan Indonesia tidak akan bisa membangun infrastruktur yang lebih luas. “Akhirnya kita harus menggunakan modal dari pihak lain, utang dari pihak lain, dan kita juga harus membeli lebih mahal. Itu kerugian secara finansial,” lanjut Rhenald. Menurut Rhenald, pembentukan holding BUMN Energi berpengaruh agar harga energi di Tanah Air bisa lebih murah, juga terkait dengan semakin habisnya energi fosil sehingga gas menjadi tumpuan energi masa mendatang. Yang menjadi persoalan, lanjut dia, pada saat terjadi peralihan penggunaan energi, harga gas di Indonesia justru sangat tinggi. Di Sumatera Utara, harga bahkan bisa mencapai US$ 12-US$ 14 per mmbtu. Harga tersebut, menurut Rhenald jauh lebih tinggi dibandingkan harga di luar negeri, bahkan dengan negara tetangga. Persoalan lain, kata Rhenald, karena Masing-masing BUMN memiliki investasi sendiri-sendiri, sehingga tidak ada sinergi. “Semua itu harus diselesaikan. Dan solusinya adalah dengan holding BUMN energi,” tegas Rhenald. Sebagai solusi bangsa, lanjutnya, holding BUMN energi bisa memecahkan dua masalah sekaligus. Pertama, biaya ekonomi yang tinggi. Dengan holding, maka persoalan itu bisa diatasi karena holding akan meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi. “Masalah kedua yang bisa diatasi melalui holding, adalah terkait leverage dari finance-nya, yakni untuk pembiayaan-pembiayaan. Dengan holding, maka aset menjadi besar dan bisa di-leverage secara finansial dan mendapat dukungan internasional sehingga Indonesia bisa menjadi kaya dan sejahtera,” kata Rhenald. Ketua Dewan Pakar Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Benny Lubiantara mengatakan, holding BUMN energi memang sangat penting dan dibutuhkan. Keberadaan holding BUMN energi, menurut Benny, bisa menekan ego sektoral masing-masing BUMN, sehingga lebih bersinergi dan tidak terpisah-pisah. Dengan demikian, lanjut Benny, BUMN bisa menyatukan kepentingan yang jauh lebih besar, yaitu kepentingan nasional. “Tanpa holding, ego sektoral masing-masing BUMN akan sangat tinggi. Dan ini merupakan masalah serius pada energi kita, karena bersaing dalam kontreks ego sektoral memang bisa berakibat negatif,” kata Benny.
Tingginya ego sektoral, karena masing-masing BUMN memiliki qualified performance indicator (QPI). Kondisi itulah yang menurut Benny, sering membuat banyak para BUMN tidak sejalan dan berseberangan. Terlebih, banyak QPI yang belum tentu sejalan dengan kepentingan nasional. Selain itu, lanjut Benny, keberadaan holding BUMN energi juga bisa meningkatkan skala ekonomi perusahaan. Dengan bagusnya skala ekonomi, unit cost bisa turun dan perusahaan bisa semakin eifisien. “Dan itu positif serta bisa memperkuat korporasi,” ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia