Pemerintah diminta optimalkan insentif untuk dongkrak akselerasi UMKM



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan, Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Ajib Hamdani menilai, kontribusi regulasi dan insentif dari pemerintah masih belum optimal untuk mendongkrak akselerasi UKM.

Ia menyebut, insentif dari pemerintah yang berasal dari APBN atau governement expenditure tidak lebih dari 15% proporsi PDB. "Jadi pemerintah, harus lebih mengoptimalkan fungsi regulasi agar UKM bisa lebih survive dan bisa tumbuh lebih baik," kata Ajib kepada Kontan, Kamis (18/3).

Ajib mencontohkan, pemerintah harus lebih fokus dengan program penjaminan kredit, agar UKM yang bisnisnya feasible tapi tidak bankable, tetap bisa mendapat kredit dalam masa pandemi. "Fungsi ini yang belum optimal diberikan oleh pemerintah. Dunia perbankan cenderung enggan mengeluarkan kredit untuk UKM di rasio 20% ketika tidak ada penjaminan dari pemerintah," ucap dia.


Baca Juga: Tak hanya bantuan dana, ekonom nilai UMKM butuh pendampingan

Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Koperasi dan UKM, Hanung Harimba Rachman mengatakan, secara umum UKM sudah mulai beradaptasi dengan kondisi saat ini. Sektor yang dinilai masih menghadapi tantangan seperti usaha menengah di sektor konstruksi. "Sudah mulai membaik, tapi masih belum sepenuhnya ya," ujar Hanung.

Hanung mendorong UKM memasuki ekosistem digital, mengekspor produknya dan/atau mensubstitusi produk dengan menjual produk yang saat ini mengalami pertumbuhan permintaan. Seperti masker dan hand sanitizer. "Yang masih bagus fashion dan lainnya, itu yang kami dorong," ujar dia.

Hanung menyebut, saat ini pemerintah terus mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi produk dalam negeri. Misalnya melalui program bangga buatan Indonesia. Hal ini demi meningkatkan aktivitas ekonomi dalam negeri di tengah pandemi.

Lebih lanjut Hanung berharap banpres UMKM dan insentif yang diberikan pemerintah bisa menjadi salah satu stimulus pendongkrak UMKM tahun ini. Terlebih, pada tahun 2020, kebijakan tersebut terbukti dapat membantu UMKM bertahan di tengah pandemi. "Ini menunjukkan bahwa membantu sekali untuk UMKM," ucap dia.

Baca Juga: Penerimaan pajak hingga Februari 2021 mencapai 144,93 triliun

Selain itu, Hanung mengatakan, kebijakan afirmatif bagi UMKM melalui UU cipta kerja dan peraturan pelaksananya dapat mulai membangkitkan UMKM. Misalnya, kewajiban kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk mengalokasikan belanjanya kepada UMKM.

Kemudian, kewajiban fasilitas publik untuk mengalokasikan ruangnya bagi UMKM. Misalnya di bandara, rest area jalan tol, stasiun dan pelabuhan. Hanung menyebut, jika UMKM bisa tumbuh maka akan berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Sebab, sebagian besar lapangan kerja diciptakan melalui UMKM.

"Kalau misalnya yang belanja pemerintah benar-benar terlaksana, setidak-tidaknya ada pasar bagi kurang lebih nilainya Rp 460 triliun, pasar untuk UMKM," tutur Hanung.

Selanjutnya: Akumindo: UMKM mulai bangkit di kuartal I tahun ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi