Pemerintah diminta perbaiki SVLK kayu



JAKARTA. Koalisi LSM mendorong pemerintah untuk memperbaiki secara mendasar Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sistem sertifikasi pengusahaan hutan ini ternyata masih banyak kelemahannya, seperti soal regulasi, unit kelola hutan, dan transparasi audit.

“Dari investigasi yang kami lakukan selama sekitar setengah tahun, diperoleh kesimpulan bahwa perbaikan sistem memang diperlukan dan itu wewenang pemerintah,” ujar Zenzi Suhadi, Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar WALHI, di Jakarta, Selasa (18/3).

Koalisi menemukan bahwa SVLK bisa diberikan kepada kayu yang penebanganya tidak sesuai dengan peraturan.


Selain itu, tidak adanya proses lacak balak hingga ke titik tonggak, cakupan standar dan kriteria SVLK ternyata tidak mencakup peraturan di luar regulasi kehutanan.

“Ini seperti mengkhianati semangat pembuatan SVLK, tata kelola hutan harus diperbaiki dulu,” kata Ian Hilman, forest officer West Kalimantan, di Jakarta, Selasa (18/3).

Untuk itu sebaiknya pemerintah membuat perbaikan diantaranya soal standar dan pedoman pelaksanaan definisi legalitas kayu dan kelestarian, kriteria audit, indikator verifikasi, pelaksana verifikasi dan skema penggolongan.

Selain itu, ada beberapa hal lain yang juga perlu dipertimbangkan. Pertama, semua sertifikat yang sudah dikeluarkann perlu ditinjau ulang sesuai peraturan baru,selama ini SVLK berlaku selama lima tahun.

Kedua, auditor dan badan verifikasi dibentuk dengan standar tertinggi dan verifikasi pihak ketiga yang independen.

Ketiga, standar ini mengadopsi sistem lacak balak yang mengharuskan semua produk bersertifikat berasal dari sumber operasional yang juga bersertifikat.

Keempat, transparasi proses ditingkatkan dan masyarakat sipil diberikan akses dalam setiap proses.

Sementara itu, Hadi Daryanto, Sekjen Kementerian Kehutanan mengatakan bahwa peran LSM sebagai pengawas memang penting.

“Jika ditemukan kecurangan soal kayu ilegal atau apapun itu pasti akan kita blacklist,” katanya singkat kepada Kontan, Selasa (18/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan