Pemerintah diminta segera tuntaskan perbedaan hitungan kadar nikel oleh surveyor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR RI mendesak pemerintah untuk melakukan penataan ulang industri nikel di dalam negeri. Penataan ulang tersebut berkaitan dengan silang sengkarut perbedaan hitungan kadar nikel yang akan dipasok ke pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno mengatakan, pihaknya sudah membentuk Panitia kerja (Panja) untuk membahas mengenai penyelesaian polemik perbedaan hitungan kadar nikel yang merugikan pengusaha nikel dalam negeri.

“Kami di Komisi VII sudah menyelesaikan panja terkait polemik nikel tersebut. Panja tersebut sudah menghasilkan rekomendasi ke Kementerian ESDM. Maka dari itu harus segera ditinjak lanjuti oleh Kementerian ESDM,” ujar Eddy kepada Kontan.co.id, Rabu (6/10).


Sebagai informasi, saat ini terjadi kisruh antara pengusaha nikel dengan pemilik smelter berkenaan dengan harga patokan mineral alias HPM. Hal itu terjadi lantaran adanya perbedaan hitungan kandungan nikel di pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar.

Perbedaan hitungan itu terjadi karena pihak perusahaan smelter yang berada di Indonesia Morowali Industrial Park menunjuk satu surveyor, yakni Anindya Wiraputra Konsult. Padahal jika merujuk pada data di Kementerian ESDM, saat ini sudah ada empat surveyor untuk memverifikasi nikel, yakni Surveyor Indonesia, Anindya, Sucofindo, dan Carsurin.

Baca Juga: Ada kisruh perbedaan hitungan kadar nikel, APNI minta perbaikan tata niaga

“Yang kami ketahui, smelter nikel melakukan perhitungan berbeda dengan surveyor yang ada atau berbeda bahkan bisa di bawah Ni 1,8% atau mencapai Ni 1,5%. Padahal sebelumnya setelah dilakukan hitungan kadar oleh surveyor sudah sesuai dengan kadar Ni 1,8%,” terang Eddy

Maka dari itu, hasil Panja Komisi VII merekomendasikan supaya ada penataan surveyor untuk bisa melaksanakan tugasnya secara konsekuen. “Bahkan dalam temuan kami ada surveyor yang belum bersertifikasi,” ungkap eddy.

Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade menilai  adanya dugaan monopoli survei dalam lingkaran smelter. Bahkan ditemukan data bahwa teman-teman pengusaha nikel terancam di blacklist oleh smelter.

“Kalau dulu survei di smelter mengharuskan pakai Intertek dan kemudian bermasalah lalu diganti dengan Anindya. Untuk itu kami juga sudah melaporkan hal ini ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Investasi,” kata Andre.

Untuk mendorong penyelesaian polemik ini, Komisi VI dan Komisi VII akan segera mengundang Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri Perindustrian dan Menteri Investasi untuk membuat rapat gabungan demi mencari solusi yang ada.

“Ini untuk menyelamatkan nasib pengusaha nasional kita dan memastikan Sumber Daya Alam (SDA) kita bermanfaat dan menguntungkan rakyat Indonesia, bukan menguntungkan kepentingan asing,” pungkas Andre.

Selanjutnya: Vale Indonesia (INCO) kucurkan investasi hingga US$ 7 juta per tahun untuk eksplorasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari