Pemerintah Diminta Tak Andalkan Utang Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Reform Economic (CORE) Mohammad Faisal mengatakan pertumbuhan ekonomi sebaiknya tidak bergantung pada utang.

Pemerintah sebaiknya mengutamakan sumber penerimaan negara berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Faisal juga menekankan agar pemerintah lebih berfokus pada kebijakan yang berlaku untuk proses pelaksanaan APBN tersebut, yang mencakup program-program yang akan dijalankan dari APBN, alokasi anggaran belanja, pengalokasian, sektor tujuan, dan prioritas.


Baca Juga: Pemerintah Belum Putuskan Kenaikan Tarif PPN Jadi 12%, Ini Pertimbangan Pemerintah

Menurut Faisal, hal ini menentukan apakah pertumbuhan ekonomi dapat mencapai potensi maksimal atau tidak. Penting untuk mengevaluasi efektivitas pengalokasian dan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah, serta menentukan prioritasnya.

Selain itu, menurut Faisal, negara tidak boleh hanya bergantung pada APBN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi karena APBN memiliki keterbatasan. Sumber pembiayaan alternatif lain dapat dimanfaatkan, seperti sektor swasta, Corporate Social Responsibility (CSR), dan Crowdfunding.

"Oleh karena itu, kebijakan pemerintah juga harus mencakup aspek bukan hanya kuantitas anggaran, tetapi juga kebijakan fiskal yang tidak melibatkan pengeluaran. Misalnya, bagaimana mendorong investasi dan daya beli masyarakat," tegasnya.

Dengan demikian, Faisal menyatakan bahwa investasi dapat menjadi faktor penopang pertumbuhan ekonomi sehingga ekonomi Indonesia dapat tumbuh sesuai dengan proyeksi.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan PDB RI Lebih Besar Dibandingkan Utang Selama 2018-2022

Sebelumnya, Faisal mengkritik pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai korelasi antara pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan utang.

Menurut Menteri Keuangan, setiap penarikan utang sebesar US$ 1 oleh Indonesia akan meningkatkan pertumbuhan sebesar US$ 1,34, sehingga kenaikan PDB nominal kita lebih besar daripada kenaikan utang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli