Pemerintah diminta terapkan simplifikasi cukai tembakau sesuai RPJMN 2020-2024



KONTAN.CO.ID -JAKARTA-Kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada tahun 2021, terus mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Kali ini, giliran akademisi dari Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan, Jakarta, yang memberikan kritik konstruktif terhadap kebijakan Menteri Keuangan tersebut. 

Mukhaer Pakkanna, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta berpendapat, kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada 2021 tidak akan sempurna tanpa adanya penyederhanaan atau simplifikasi struktur lapisannya yang saat ini dinilainya masih rumit. 

Menurutnya, jika pemerintah ingin mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18/2020, maka simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau merupakan langkah yang paling tepat. 

“Kalau simplifikasi layer itu, kan, termasuk dalam target RPJMN pemerintah," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Sabtu (12/12). 

Mukhaer menambahkan, syarat utama dari kebijakan cukai hasil tembakau adalah simplifikasi tarif cukai hasil tembakau. Saat ini, kata Mukhaer, struktur cukai rokok hanya berjumlah 10 layer. "Seharusnya, layernya disederhanakan menjadi 8, kemudian menjadi 5,” imbuh dia. 

Mencari celah

Karena itu, Mukhaer mendorong pemerintah untuk menjalankan simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau agar industri tidak lagi mencari-cari celah untuk menghindari pembayaran cukai tembakau yang tinggi. “Layer-layer yang rumit itu bisa dimainkan industri rokok raksasa. Semakin rumit layernya, semakin dimainkan oleh industri rokok. Jadi simplifikasi ini penting,” ujarnya.

Senada, Direktur Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan menyayangkan kebijakan cukai hasil tembakau 2021 akan dijalankan tanpa implementasi simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau. Padahal, rencana simplifikasi sempat tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017. 

Hal ini, katanya, akan membuat industri masih sangat mungkin mengakali harga rokok bisa tetap murah di pasaran dan terjangkau anak-anak.

“Mereka akan berusaha agar produk-produknya hanya dikenai tarif cukai di golongan bawah dengan harga yang lebih murah dengan memecah jumlah produksi menjadi lebih kecil. Jadi, harga produk di pasaran menjadi murah,” ujarnya. 

Abdillah mengungkapkan, industri besar cenderung memecah jumlah produksinya agar tarif cukainya lebih kecil, sehingga produknya murah dan banyak dibeli. “Sudah seharusnya pemerintah menjalankan penyederhanaan golongan agar kenaikan cukai benar-benar efektif untuk menekan prevalensi perokok, terutama perokok anak,” tandasnya. 

Selanjutnya: Pro kontra kenaikan cukai rokok pada tahun 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan