JAKARTA. Pemerintah diminta untuk segera melakukan perubahan dalam perjanjian jual beli gas dengan pemerintah China. Pasalnya, kerugian negara atas penjualan gas murah ke China per tahun sekitar Rp 500 triliun. "Harus ada pihak yang bertangggung jawab atas penjualan gas murah ini selama 25 tahun. Di negara manapun tidak ada yang mengunci mati kontrak harga gas, termasuk di negara komunis sekalipun," tegas pengamat Migas dari Universitas Indonesia (UI) Kurtubi dalam siaran persnya, Kamis (13/3). Akibat penjualan gas murah yang tak kunjung dinaikan harganya meski harga gas naik, dan negara mengalami kerugian yang berdampak kepada kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, pemerintah harus berani membentuk tim independen yang kredibel dengan anggota yang dipercaya masyarakat internasional. Tugasnya adalah menginvestigasi proses survei, pembangunan energi tangguh, hingga penjualan gas murah. "Jika ada pelanggaran hukum, maka dengan rekomendasi ini Indonesia bisa bilang ke China, kalau tidak mau beli dengan harga yang kami tetapkan, maka penjualan gas akan dihentikan. Itu caranya kalau mau, dan kalau berani juga, saya juga bisa katakan, kalo ada pelanggaran maka China bisa kita sebut 'mencuri'," tegasnya. Kepala Urusan Komunikasi dan Publikasi SKK Migas Heru Setyadi mengatakan, untuk mengubah kontrak penjualan gas ke China, harus ada kesepakatan antara kedua negara itu. Sebab, tidak mudah untuk mengubah kontrak harga tersebut. "Asumsi untuk harga minyak, kita cari yang terbaik untuk negara, kontrak itu diubah harus dua belah pihak yang sepakat," katanya. Ketika itu, pemerintah harus segera membuat keputusan. Karena, gas itu tidak dijual ke China, Indonesia tidak akan mendapat untung. "Waktu itu kita mempunyai hubungan baik dengan China, kalau tidak maka Rp35 triliun itu tidak akan kita nikmati. Tapi sekarang show must go on," tanyanya. Diketahui pemerintah lebih senang menjual gas dari Papua ke perusahaan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dengan harga yang tidak sewajaranya. Penjualan gas ke China hanya US$ 3,5 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU). Sementara harga yang dipatok untuk internasional sebesar US$18 MMBTU, dan anehnya lagi harga jual gas di Indonesia sendiri dijual US$ 10 pe MMBTU. Jadi harga untuk kepentingan rakyat sendiri, lebih mahal hampir tiga kali lipat dibanding yang dijual ke China.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah diminta ubah kontrak harga gas ke China
JAKARTA. Pemerintah diminta untuk segera melakukan perubahan dalam perjanjian jual beli gas dengan pemerintah China. Pasalnya, kerugian negara atas penjualan gas murah ke China per tahun sekitar Rp 500 triliun. "Harus ada pihak yang bertangggung jawab atas penjualan gas murah ini selama 25 tahun. Di negara manapun tidak ada yang mengunci mati kontrak harga gas, termasuk di negara komunis sekalipun," tegas pengamat Migas dari Universitas Indonesia (UI) Kurtubi dalam siaran persnya, Kamis (13/3). Akibat penjualan gas murah yang tak kunjung dinaikan harganya meski harga gas naik, dan negara mengalami kerugian yang berdampak kepada kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, pemerintah harus berani membentuk tim independen yang kredibel dengan anggota yang dipercaya masyarakat internasional. Tugasnya adalah menginvestigasi proses survei, pembangunan energi tangguh, hingga penjualan gas murah. "Jika ada pelanggaran hukum, maka dengan rekomendasi ini Indonesia bisa bilang ke China, kalau tidak mau beli dengan harga yang kami tetapkan, maka penjualan gas akan dihentikan. Itu caranya kalau mau, dan kalau berani juga, saya juga bisa katakan, kalo ada pelanggaran maka China bisa kita sebut 'mencuri'," tegasnya. Kepala Urusan Komunikasi dan Publikasi SKK Migas Heru Setyadi mengatakan, untuk mengubah kontrak penjualan gas ke China, harus ada kesepakatan antara kedua negara itu. Sebab, tidak mudah untuk mengubah kontrak harga tersebut. "Asumsi untuk harga minyak, kita cari yang terbaik untuk negara, kontrak itu diubah harus dua belah pihak yang sepakat," katanya. Ketika itu, pemerintah harus segera membuat keputusan. Karena, gas itu tidak dijual ke China, Indonesia tidak akan mendapat untung. "Waktu itu kita mempunyai hubungan baik dengan China, kalau tidak maka Rp35 triliun itu tidak akan kita nikmati. Tapi sekarang show must go on," tanyanya. Diketahui pemerintah lebih senang menjual gas dari Papua ke perusahaan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dengan harga yang tidak sewajaranya. Penjualan gas ke China hanya US$ 3,5 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU). Sementara harga yang dipatok untuk internasional sebesar US$18 MMBTU, dan anehnya lagi harga jual gas di Indonesia sendiri dijual US$ 10 pe MMBTU. Jadi harga untuk kepentingan rakyat sendiri, lebih mahal hampir tiga kali lipat dibanding yang dijual ke China.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News