Pemerintah Dinilai Belum Siap Terapkan Pajak Natura



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dinilai masih belum siap dalam menerapkan pajak natura. Sebab, sudah di penghujung tahun, namun pemerintah masih gamang menerapkan kebijakan ini.

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai pemerintah masih belum siap dalam memberlakukan pajak natura. Hal ini lantaran pemerintah belum menjelaskan secara rinci jenis dan batasan natura tertentu yang tidak masuk dalam objek pajak penghasilan (PPh) ini.

Pasalnya, dalam UU Harmonisasi Peraturan dan Perpajakan disebutkan bahwa ada objek yang dikecualikan untuk dikenakan PPh ini. Untuk itu, dirinya menegaskan kepada pemerintah untuk segara menerbitkan aturan tersebut mengingat sudah di penghujung tahun.


"Karena sudah ada di Undang-Undang, jadi amanah yang harus dilaksanakan pemerintah, seharusnya segera," ujar Piter kepada Kontan.co.id, Minggu (11/12).

Baca Juga: Ditjen Pajak Terima Laporan SPT dari 16,82 Juta Wajib Pajak Hingga 24 November 2022

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan hal yang sama. Menurutnya, pemerintah diminta untuk segera mengeluarkan aturan teknis terkait pajak natura tersebut. Memang, Fajry menilai bahwa dalam mendesaian aturan teknis perpajakan bukan lah hal yang mudah.

Fajry bilang, desain aturan teknis sama pentingnya dengan desaian kebijakan pajak. Namun sayangnya, di Indonesia sendiri masih belum menjadi fokus atau public concern. Hal ini mengingat dampaknya di lapangan dari sebuah kebijakan publik akan bergantung dari aturan teknisnya.

"Saya kira butuh waktu bagi Ditjen Pajak untuk mendesain aturan teknis tersebut. Tentunya aturan teknis tersebut penting agar ada kepastian atau kejelasan di masyarakat," tutur Fajry.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institue (TRI) Prianto Budi Saptono memberikan penjelasan. Ia bilang, ada dua sisi untuk menerapkan pajak natura di UU PPH. Sisi pertama, dilihat dari sudut pemberi kerja yang mencatat biaya natura kepada pegawai untuk penghitungan PPh Badan 2022.

Dari sisi pertama ini, perusahaan sebagai pemberi kerja sudah dapat menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf n UU PPh (setelah revisi UU HPP). Dengan kata lain, perusahaan mencatat seluruh biaya natura bagi pegawai menjadi deductible expense atau biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto saat penghitungan PPh Badan 2022.

Sisi kedua, Prianto bilang, dilihat dari sudut pemberi kerja yang berkewajiban memotong PPh Pasal 21 atas imbalan pegawai. Dari sudut ini, imbalan pegawai itu terdiri dari imbalan tunai dan non tunai (natura), dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Ia menambahkan, perlakukan PPh untuk imbalan natura bagi pemberi kerja selaku pemotong PPh 21 dapat mengacu ke Pasal 16 UU HPP. Ketentuan tersebut mengatur bahwa jika peraturan pelaksana dari UU PPh yang telah direvisi oleh UU HPP belum terbit, peraturan pelaksana yang ada dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan UU HPP atau belum diganti berdasarkan UU HPP.

"Dengan kata lain, karena Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh (hasil revsi UU HPP) belum terbit sampai saat ini, peraturan pelaksana yang ada tetap berlaku di tahun pajak 2022," kata Prianto.

Sependapat, Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan bahwa sesuai amanah UU HPP seharusnya pajak natura mulai berlaku tahun pajak ini.

Pengusaha akan memasukkan unsur natura dalam menghitung PPh Pasal 21 karyawan di masa Desember ini. Atau, ada juga yang memilih sederhana saja, yakni menunggu aturan pelaksanaannya keluar dan melakukan pembetulan kemudian.

Baca Juga: Kapan Pajak Natura Berlaku? Ini Penjelasan Kemenkeu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat