Pemerintah ditagih cukai plastik oleh DPR



KONTAN.CO.ID - Dewan Perwakilan Daerah (DPR) menagih realisasi penerimaan dari ekstensifikasi cukai kepada pemerintah. Padahal, kebijakan ekstensifikasi cukai tersebut telah disetujui secara politik oleh pemerintah dan DPR.

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Anna Mu'awanah mengatakan, pada 2018 dirinya ingin agar ekstensiifikasi cukai benar-benar diterapkan. Pasalnya rencana ini sudah ada sejak APBNP 2016.

“Sekarang sudah 2017, kenapa tidak jalan (ekstensifikasi cukai)? Tolong diingatkan kembali apa yang menjadi keputusan kita di rapat Banggar dan Komisi dilaksanakan,” kata Ana dalam rapat dengan pemerintah, Kamis (7/9).


Senada, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Wilgo Zainar juga menagih realisasi ekstensifikasi cukai. Ia mengatakan, dibutuhkan sumber penerimaan baru selain pajak yang mampu menopang kebutuhan belanja.

Ia juga berharap, pemerintah segera menambah target ekstensifikasi cukai di tahun depan dengan mengenakan cukai pada makanan berbahan pengawet. Sekarang cukai masih dua, yaitu rokok dan minuman beralkohol (minol).

"Kami harap, ekstensifikasi lainnya adalah makanan berpengawet yang merusak kesehatan," ujar Wilgo.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya masih berupaya atas kebijakan ini. "Kami upayakan saja," katanya usai rapat di gedung DPR.

Sebelumnya, Menkeu mengatakan pengenaan cukai plastik memang sudah lama menjadi wacana dan baru akan direalisasikan tahun depan. Untuk mengenakan cukai pada kemasan plastik itu, Kemkeu juga telah melakukan kajian bersama kementerian lain. Ia mengatakan butuh waktu tiga bulan dalam melakukan kajian tersebut.

Asal tahu saja, Rancangan Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2018 telah menargetkan pendapatan cukai dari cukai kantong plastik Rp 500 miliar. Penerimaan dari cukai sendiri dibidik mencapai Rp 155,2 triliun. Target penerimaan ini naik tipis sekitar 1,3% dari target penerimaan cukai pada tahun 2017 yang sebesar Rp 153,2 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini