KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong implementasi efisiensi energi dan energi terbarukan untuk properti milik pemerintah daerah (pemda) dan korporasi menuju bangunan gedung hijau. Implementasi tersebut penting untuk mendukung upaya pemerintah bertransisi ke energi terbarukan, sekaligus menguntungkan bagi pemilik properti karena bangunan gedung hijau bisa menghemat energi juga biaya dan memangkas emisi karbon. Devi Laksmi, Koordinator Pengembangan Usaha Konservasi Energi Kementerian ESDM, mengatakan, pemerintah telah memiliki Peta Jalan untuk Penyelenggaraan dan Pembinaan Bangunan Gedung Hijau yang menargetkan penurunan emisi di gedung pemerintah, gedung komersial, dan rumah tinggal.
"Per Juni 2024, sebanyak 12 gedung komersial telah melaporkan implementasi manajemen energi secara voluntary karena mengikuti Penghargaan Efisiensi Energi Nasional (PEEN)," katanya dalam webinar Kementerian ESDM dan Pemerintah Jerman melalui proyek Sustainable Energy Transition in Indonesia (SETI), Rabu (30/10). Total penghematan energinya mencapai 6.334 MWh dan 1.380 tCO2e penurunan emisi.
Baca Juga: PLN Indonesia Power Resmikan Pabrik Solar Panel Berkapasitas 1GWp di Kendal Sebagai perbandingan, jumlah bangunan yang sudah melaporkan juga secara voluntary karena mengikuti PEEN tahun 2023 sebanyak 38 gedung komersial dan 41 gedung pemerintah. Konsumsi energinya 292.000 setara barel minyak (SBM), penghematan energi 17.000 SBM, dan penurunan emisi 23.000 tCO2e. Implementasi efisiensi energi dan energi terbarukan di sektor bangunan sudah dilakukan oleh beberapa instansi. Di antaranya PT Fedung Bank Exim, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, dan Rumahsakit Islam Surabaya Jemursari. Ketiganya merupakan pemenang Subroto Awards kini PEEN kategori bangunan pada 2023 dan 2024. PT Gedung Bank Exim melalui bangunan Plaza Mandiri menghemat energi 11.735.360 kWh. Pada 2023, Gedung Plaza Mandiri berkontribusi mengurangi emisi karbon sebanyak 10.327,12 tCO2e. Gedung Menara Wijaya yang berada di bawah pengelolaan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo menghemat energi 28.822 kWH pada 2023, setara dengan penghematan biaya Rp 60,84 juta. Penurunan emisi sebanyak 25,07 tCO2e di tahun yang sama.
Baca Juga: Kolaborasi Emiten Grup Pertamina Akselerasi Misi Swasembada dan Transisi Energi Implementasi energi terbarukan berupa pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di RSI Surabaya Jemursari menghasilkan penghematan energi sebanyak 918.964 kWh atau setara Rp 1.378.446.000 pada 2019. Selanjutnya, berdasarkan hasil studi Climate Policy Initiative (CPI), ada temuan kunci.
Pertama, regulasi bangunan gedung hijau belum mewajibkan bangunan residensial yang sebenarnya memiliki luasan lantai terbanyak di Indonesia.
Kedua, pemerintah daerah kurang mengimplementasikan regulasi bangunan gedung hijau.
Ketiga, instrumen khusus untuk mendanai bangunan gedung hijau terbatas.
Keempat, pada bangunan gedung di Indonesia, pendinginan merupakan faktor konsumsi energi tertinggi.
Baca Juga: Fokus Pada Keuangan Berkelanjutan, Portofolio Hijau BNI Mencapai Rp 188 Triliun "Temuan
kelima, berdasarkan referensi dari contoh eksisting, bangunan gedung hijau baru bisa memiliki biaya investasi 10%-15% lebih tinggi daripada bangunan konvensional," ungkap Ira Purnomo, Analis CPI. Namun, studi kasus kami di Semarang menunjukkan, biaya operasional 32%-44% lebih rendah, sehingga menghasilkan penghematan yang signifikan dari tagihan listrik. "Dan, membuat investasi bangunan gedung hijau lebih hemat biaya dalam jangka panjang," imbuh dia. Hanya, implementasi efisiensi energi dan energi terbarukan pada bangunan masih menghadapi sejumlah tantangan. Meski begitu, potensi implementasi bangunan gedung hijau oleh pemerintah daerah dan korporasi saat ini mulai terbuka.
"SETI mendukung replikasi langkah ini yang terbukti mendatangkan keuntungan penghematan energi, finansial, dan pengurangan emisi," ucap Malindo Wardana, perwakilan Konsorsium SETI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan