Pemerintah Dorong Peta Jalan Hilirisasi Nikel hingga Tahun 2045



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menegaskan hilirisasi mineral nikel sudah tertuang dalam peta jalan (roadmap) yang menetapkan tahap-tahap yang dilalui hingga mencapai Indonesia Hebat 2045. Selain di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), roadmap smelter nikel juga sudah disusun Kementerian Perindustrian.

Seperti diketahui, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku supply-demand nikel global. Berdasarkan data Kementerian ESDM, sumberdaya nikel Indonesia 17,68 miliar ton dan cadangan 5,2 miliar ton. Cadangan nikel sebagian besar tersebar di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. 

Irwandy Arif, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola  Mineral dan Batubara menyampaikan sejak dirinya masuk sebagai staf khusus sudah ada beberapa hal yang dibuat Minerba. 


“Kami susun grand strategy sektor minerba. Ini semuanya ada di minerba, jadi roadmap-nya sudah ada semua untuk komoditas penting," ujarnya dalam acara workshop Peningkatan Kapasitas Media Sektor Minerba bertema "Creating Good News for a Better Minerals Sector" yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S), di Jakarta, Rabu (8/3).

Baca Juga: Bangun Smelter Butuh Investasi Jumbo, Tapi Pendanaan Kok Masih Sulit

Hingga saat ini tercatat ada sembilan fasilitas smelter nikel di bawah naungan Kementerian ESDM. Lima di antaranya sudah berproduksi, dan dua masih fase konstruksi. Dua lainnya masih dalam perencanaannya. 

Asal tahu saja, saat ini produksi nickel pig iron (NPI) mengalami oversupply karena investasi teknologi pirometalurgi atau Rotary Klin-Electric Furnace (RKEF) relatif lebih murah. Persoalan ini juga berdampak pada harga NPI yang akan semakin tertekan. Maka itu Pemerintah akan mengendalikan pengembangan produksi NPI. 

Irwandy mengungkapkan, saat sudah ada pembahasan antar kementerian. Di sisi Kementerian ESDM, pihaknya sudah mendiskusikan masalah pembangunan smelter pirometalurgi yang memproduksi NPI dan feronikel. 

“Targetnya sedang menunggu data-data secara pasti, dilihat secara komprehensif mulai dari sumber daya cadangan smelternya,” ujar Irwandy. 

Saat ini sudah ada 33 smelter berteknologi pirometalurgi yang telah beroperasi dan menghasilkan hingga 115,45 juta metrik ton NPI. Adapun sebanyak 37 smelter yang akan memproduksi 90,88 juta MT sedang proses konstruksi dan 27 smelter rencana dibangun. 

Irwangy biang, kalau produksi NPI dan feronikel terus bertambah, otomatis laju konsumsi nikel saprolit lebih tinggi. 

“Sedangkan jumlah cadangan nikel itu 5,5 miliar ton, bisa bayangkan kalo terus gini cadangan habis kalau eksplorasi dan penemuan baru tidak ada. Jadi cukup kritis,” terangnya. 

Maka itu diperlukan pembangunan smelter hidrometalurgi yang menghasilkan produk bahan baku baterai listrik. 

Namun, pembangunan smelter hidrometalurgi relatif lebih mahal dibandingkan pirometalurgi. Irwandy bilang, untuk membangun smelter HPAL membutuhkan dana kisaran US$ 1 miliar atau Rp 15 triliun (kurs Rp 15.000 per dolar) bahkan bisa lebih. 

Baca Juga: Aneka Tambang (ANTM) Targetkan Produksi dan Penjualan Feronikel Naik 12% Tahun Ini

Adapun saat ini masih ada sejumlah kendala dalam pengembangan smelter nikel antara lain masalah pendanaan, pasokan energi, pembebasan lahan, perizinan, dan isu lainnya. 

Irwandy menjelaskan, untuk persiapan pendanaan, pemerintah sudah mempertemukan pihak perusahaan dengan perbankan untuk melihat peluang potensi pengembangan smelter nikel. 

Haykel Hubeis, Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I), mengakui kendala pendanaan, khususnya pada bank-bank lokal.  Di sisi lain, perusahaan asing justru lebih dominan dalam melihat potensi. 

"Entah dari China, India atau negara Asia lainnya seperti Jepang, malah melihat potensi. Memang smelter perlu effort dan tanggung jawab besar. Perlu Satgas Hilirisasi," katanya dalam kesempatan yang sama. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi