KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah elemen masyarakat mulai bereaksi dan turun ke jalan untuk memprotes elite politik di DPR yang mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi, terkait ambang batas dan usia calon kepala daerah. Kamis (22/28/2024), kalangan buruh siap menggepung gedung rakyat di Senayan. "Seribu buruh akan unjuk rasa di DPR," sebut Sekjen Partai Buruh, Ferri Nurzali dalam keterangannya, kemarin. Adapun tuntutan buruh adalah mendukung putusan MK dan menolak sikap Baleg DPR yang mengakali revisi UU Pilkada.
Kalangan mahasiswa pun mulai bergerak keluar kampus mereka untuk menyeruakan penolakan terhadap pemerintah dan DPR yang tidak sejalan dengan keinginan rakyat.
Baca Juga: Mahasiswa Akan Demo Besar-besaran Merespons Revisi Putusan MK Soal UU Pilkada Sebut saja, seruan konsolidasi Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) yang akan menggelar demontrasi di Lapangan Merah, Bandung, Jawa Barat. "Ganesha Sudah Siap Mengamuk Kembali," isi seruan yang beredar di WA Group. Adapun aktivis mahasiwa Universitas Islam Bandung bakal orasi lapangan di Gedung DPRD Jabar. "Rakyat Gugat Negara," demikian ajakan aksi tersebut. Memang, Sorotan punlik kini tertuju pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Senayan, pasca putuman Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pilkada. Pasalnya, DPR dan pemerintah terindikasi menganulir dua puisan MK terkait ambang batas dan batas usia calon kepada daerah. Adanya putusan MK dalam perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024, maka syarat parpol untuk mengusung calon kepala daerah berubah. Dari yang semula mengacu pada jumlah kursi DPRD, menjadi jumlah raihan suara yang didapat pada pileg terakhir. Artinya, parpol tanpa kursi DPRD pun sekarang bisa mengusung kandidat kepala daerah, asal memenuhi syarat minimal raihan suara.
Baca Juga: Tuntut Patuhi Putusan MK, Mulai Besok Massa Buruh Demo di DPR dan KPU Adapun putusan MK dalam perkara No.70/PUU-XXII/2024 sebagai acuan syarat usia calon kepala daerah dalam RUU Pilkada, yang mana usia minimum calon gubernur dan calon wakil gubernur harus 30 tahun ketika ditetapkan sebagai pasangan calon. Tak pelak, peluang Kaesang untuk maju di Pilkada Jawa Tengah, bisa kandas lantaran usianya belum cukup. Tapi, kalau dihitung setelah batas usianya saat pelantikan, maka anak Presiden Jokowi ini memenuhi syarat. Nyatanya, DPR berusaha menganulir kedua putusan MK tersebut. Sebab, Pemerintah dan DPR telah menyepakati revisi Undang-Undang Pilkada atau RUU Pilkada pada rapat pengambilan keputusan tingkat pertama di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Baleg hanya mengubah ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah hanya bagi partai politik (parpol) tanpa kursi DPRD. Padahal, dalam putusan MK secara jelas menyatakan bahwa perubahan ambang batas juga berlaku untuk parpol yang mempunyai kursi DPRD. Pun dalam batas usaia kepala daerah, Baleg mengakalinya dengan menyatakan bahwa usia minimum 30 tahun terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih. Baleg beralasan penyesuaian syarat usia pencalonan sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) No.23 P/HUM/2024, yang mana yang syarat batas usia calon kepala daerah itu “terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.
Baca Juga: Kemenlu Minta WNI Tak Berkunjung ke Bangladesh Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, putusan MK adalah pengujian konstitusionalitas norma UU terhadap UU Dasar. Sehingga putusan MK harus dipedomani oleh semua pihak, tidak terkecuali DPR, Pemerintah, dan Mahkamah Agung. "Ketika MK sudah memberi tafsir, maka itulah ketentuan yang harus diikuti semua pihak. Senang atau tidak senang," jelasnya kemarin. Titi juga menegaskan, putusan MK juga tidak bisa dibenturkan dengan putusan MA. Untuk diketahui, dari sembilan fraksi yang ada di parlemen, hanya PDI Perjuangan yang menolak RUU Pilkada dibawa dan disahkan pada rapat pengambilan keputusan tingkat kedua atau rapat paripurna DPR yang digelar hari ini. "Keputusan revisi UU Pilkada saat ini merupakan keputusan yang tidak sejalan dengan keinginan rakyat," tandasnya.
Fraksi PDIP meminta nota keberatan pada rapat paripurna nanti apabila pembahasan RUU Pilkada menegasikan Keputusan MK nomor 60 dan 70. Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Christina Aryani mengklaim, DPR tidak mengintervensi kewenangan MK dalam pengujian undang-undang. Menurut dia, DPR punya kewenangan membentuk undang-undang. "DPR bersama dengan pemerintah melakukan pembahasan revisi rancangan undang-undang ini sekaligus untuk merespon adanya putusan MK dan putusan MA," ujar Christina. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli