Pemerintah, DPR kebut RUU Pengampunan Pajak



JAKARTA. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat akan mempercepat penyelesaian Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau tax amnesty. Bahkan kedua lembaga ini secara aktif terus melakukan lobi politik agar RUU ini bisa diterapkan di awal 2016.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan, pihaknya dan pemerintah telah melakukan pembicaraan informal terkait draf dan substansi RUU Pengampunan Pajak ini.  "Draft awal RUU sudah dirombak, tinggal mekanisme apakah akan jadi inisiatif DPR atau pemerintah," ujarnya, ke KONTAN, Senin (9/11).

Dalam RUU hasil rombakan itu, cakupan pengampunan hanya pada kejahatan di sektor perpajakan saja, tidak untuk tindak pidana lain. Diatur juga mengenai tahapan-tahapan pengajuan permohonan dan syarat lain yang harus dipenuhi wajib pajak yang ingin mendapatkan fasilitas ini.


Tanpa mengatakan detail di beleid tersebut, Firman bilang, draf RUU pengampunan pajak siap dibahas. Kendala  saat ini hanya terkait asal usul pengajuan RUU. Sebab Partai Nasional Demokrat (Nasdem) bersikukuh produk hukum ini harus menjadi inisiatif pemerintah. Sementara di sisi lain fraksi Golongan Karya (Golkar) menganggap RUU ini penting untuk mendongkrak penerimaan negara sehingga perlu jadi inisiatif DPR.

Pemerintah pun tidak terlalu mempermasalahkan siapa yang menjadi inisiator RUU ini. Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro mengatakan, pihaknya akan bekerjasama dengan DPR untuk menyelesaikan aturan ini. "Kami upayakan selesai tahun ini, tentu kami harus bekerjasama dengan DPR," tuturnya.

Menkeu juga telah mengirim surat permohonan ke Presiden Joko Widodo untuk segera mengirim Amanat Presiden (Ampres) RUU tax amnesty kepada pimpinan DPR.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno bilang inisiatif RUU ini bisa datang dari mana saja. Walau begitu dia pesimis, RUU ini bisa selesai akhir tahun ini. Apalagi menurut Pratikno, draf RUU ini belum dibahas di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). RUU ini juga perlu waktu untuk difinalkan oleh Presiden Jokowi.  "Masih dibicarakan substansinya," kata Pratikno.

Untuk dana PMN

Pemerintah memang berkeinginan kuat untuk bisa merealisasikan kebijakan tax amnesty mulai tahun depan. Dengan potensi penerimaan negara sebesar Rp 60 triliun,  dana dari hasil tax amnesty rencananya akan dipakai untuk mengongkosi pos belanja non utang, yaitu penyertaan modal negara (PMN) yang totalnya sebesar Rp 40,4 triliun.

PMN ini akan diajukan pemerintah dalam pembahasan RAPBNP 2016. "Pembahasan APBN-P kami targetkan akhir triwulan I 2016 dengan catatan juga kita bisa golkan tax amnesty menjelang akhir tahun ini, sehingga kita punya basis penerimaan yang jelas di 2016," kata Bambang,

Pemberlakuan UU tax amnesty juga menjadi prasyarat penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi, yang akan dimasukkan dalam revisi UU PPh pada tahun depan. Bambang beralasan dengan tax amnesty akan membuat basis pajak meningkat. Sehingga penurunan tarif PPh bisa terkompensasi kenaikan basis pajak.

Poin Penting RUU Tax Amnesty

1.            Setiap orang pribadi atau badan berhak mengajukan permohonan pengampunan nasional, kecuali yang sedang dalam proses penuntutan atau sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan. 

2.            Pengampunan diberikan atas seluruh harta yang dilaporkan, di dalam wilayah RI maupun di luar wilayah RI. Harta yang dimaksud adalah harta yang diperoleh sebelum berlakunya Undang-Undang Pengampunan Nasional (Tax Amnesty) ini.

3.            Orang pribadi atau badan yang mengajukan pengampunan harus membayar uang tebusan, dengan tarif:   -            Tarif uang tebusan untuk periode pelaporan bulan Oktober 2015 sampai Desember 2015 sebesar 3%.   -            Tarif uang tebusan untuk periode pelaporan bulan Januari 2016 sampai Juni 2016  sebesar 5%.   -            Tarif uang tebusan untuk periode pelaporan bulan Juli 2016 sampai Desember 2016 sebesar 8%.

4.            Orang pribadi atau badan yang memperoleh pengampunan memperoleh fasilitas di bidang perpajakan:   -            Penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan yang belum diterbitkan ketetapan pajaknya.   -            Tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sebelum undang-undang ini diundangkan   -            Jika sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban perpajakan sebelum undang-undang ini diundangkan, proses dihentikan.

Sumber: Draf RUU Pengampunan Nasional per 1 Oktober 2015

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia