KONTAN.CO.ID - JAKARTA. International Monetary Fund (IMF) dalam laporan bertajuk World Economic Outlook, Managing Divergent Recoveries edisi April 2021 menyarankan agar negara-negara di dunia mengurangi insentif dalam rangka pandemi agar dapat memulihkan daya tahan fiskal. Salah satu cara yang disebutkan IMF adalah dengan meningkatkan dan efisiensi insentif pajak yang tidak tepat sasaran. “Berkomitmen untuk kembali menyehatkan fiskal, dengan melanjutkan reformasi pajak sekarang untuk kembali diterapkan setelah pandemic, sehingga dapat memperkuat kredibilitas kerangka fiskal,” tulis IMF dalam laporannya.
Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Pande Putu Oka mengatakan, sebenarnya rekomendasi IMF tersebut sudah menjadi salah satu strategi pemerintah. Di mana, pada tahun ini, pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap insentif perpajakan yang telah diberikan untuk mengetahui efektivitas insentif pajak dimaksud. Hasil evaluasi tersebut akan menjadi rekomendasi untuk penyempurnaan kebijakan pajak selanjutnya. Pande membeberkan, terkait insentif pajak dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional (PEN) terbukti menolong ekonomi dunia usaha, sesuai dengan hasil survei yang diadakan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tentang pemanfaatan insentif. Pemerintah mengklaim, wajib pajak yang memanfaatkan insentif pajak lebih dapat bertahan dalam menghadapi krisis. “Insentif perpajakan PEN terus dilakukan monitoring dan evaluasi secara rutin dan atas hasil evaluasi diberikan rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas pemberian insentif pajak,” kata dia kepada Kontan.co.id, Jumat (9/4).
Baca Juga: Pembentukan Satgas penanganan hak tagih negara dana BLBI Baca Juga: Berharap ekonomi rebound di kuartal II, ini upaya Sri Mulyani Pande menambahkan, pihaknya juga melakukan strategi komunikasi insentif pajak yang lebih efektif terhadap pelaku usaha pandemi. Selain itu, mengoptimalkan bauran kebijakan antara insentif fiskal dan insentif non-fiskal dalam menjaga ketahanan dunia usaha melewati krisis. Adapun insentif perpajakan dalam program PEN 2021 dianggarkan sebesar Rp 58,47 triliun. Dana tersebut dialokasikan untuk diskon pajak penghasilan (PPh) Pasal 25, pembebasan PPh 22 Impor, percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN), PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), diskon PPN sektor properti DTP, dan diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor DTP. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pemerintah memang perlu mengkaji pemberian insentif pajak yang telah diberikan saat ini. Namun kata dia jenis insentif pajak dalam PEN 2021 sudah cukup tepat dan terbukti membantu
cashflow dunia usaha. Hanya, dia bilang, untuk pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 akan tergantung dari kondisi pemberi kerja. Sehingga, tidak semua korporasi dapat menambal pajak karyawan dikarenakan cashflow perusahaan.
Di sisi lain, Hariyadi mengatakan untuk insentif yang
segmented seperti PPnBM kendaraan bermotor dan PPN rumah sudah cukup tepat. Karena kedua sektor itu punya multiplier effect yang luas. Menurutnya ada baiknya pemerintah juga memberikan insentif khusus kepada sektor makanan dan minuman (mamin) seperti susu. Sebab, saat ini 80% bahan bakunya merupakan impor. Dus, harus ada kebijakan fiskal yang mampu mendorong produktifitas dalam negeri sehingga dapat menjadi pengganti impor. Dia menambahkan, insentif atas pajak yang bersifat
fix cost juga bisa diberikan “Seperti pajak bumi dan bangunan (PBB) karena meski pandemi bayarnya juga tetap segitu. Memang itu ranah-nya pemerintah daerah (pemda), tapi mungkin ini bisa sinergi dilakukan atau ada konsolidasi antara pemerintah pusat dan pemda,” pungkas Hariyadi kepada Kontan.co.id, Minggu (11/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari